Italia menang 4; 2 lawan Spanyol lewat drama adu tendangan pinalti di stadion Wembley Stadium, London, Inggris. Sebelumnya, waktu pertandingan normal 2x45 menit dan tambahan waktu 2x15 menit skor tetap 1 :1, sehingga harus berlanjut ke tahap adu tendangan pinalti untuk menentukan tim yang pantas ke babak final.
Banyak orang beranggapan, menang adu pinalti sama halnya menang main lotre. Hanya untung-untungan. Mereka mungkin lupa atau pura-pura tidak tahu bahwa menang lotre tetaplah sebuah kemenangan. Ada "hadiah" yang didapatkan, yang jadi pembeda nasib dibandingkan tidak menang.
Adu pinalti selalu melahirkan drama. Drama itu milik kedua tim, baik yang kalah maupun yang menang. Mereka dipaksa untuk memilikinya, untuk kemudian mendapatkan status "pembeda". Status ini memuat nasib dan takdir.
Sampai tahap pertandingan waktu normal dan perpanjangan waktu, tim Italia sebenarnya tidak layak menang. Mereka tidak layak masuk ke final Euro 2020.
Statistik penguasaan bola Italia kalah dibanding Spanyol. Tim Spanyol lebih dominan dengan 63 persen penguasaan bola dibanding Italia yang hanya 37 persen. Selain itu, Spanyol memiliki percobaan tembakan 10 kali yang di antaranya tiga on target. Sementara, Italia hanya enam percobaan dengan empat mengarah ke gawang (on target).
Tapi kemudian, Italia jadi tim yang pantas menang dan lolos ke final. Kepantasan itu bukan didasarkan data statistik di dalam proses pertandingan, melainkan hasil akhir laga keseluruhan. Hasil akhir itu merupakan takdir Italia.
Spanyol bermain sangat baik dibandingkan Italia, sehingga Spanyol unggul dalam angka statistik permainan. Spanyol memperjuangkan nasibnya sendiri. Angka statistik merupakan buah perjuangannya yang ingin mengubah nasib dari 'Semifinalis' menjadi 'Finalis'.
Demikian juga Italia, memperjuangkan nasib. Namun buah nasib dalam keunggulan statistik permainan bukan milik mereka, melainkan milik Spanyol.
Diatas nasib ada takdir. Ini hirarki tertinggi. Dan ini milik Italia. Dengan takdir itu, Italia menjadi tim yang pantas menjadi finalis. Bukan hanya terhenti sebagai semifinalis.
Kepantasan Italia kali ini merupakan sebuah bagian roadmap mereka dalam perjalanan sejarah menuju hal lebih lanjut, yakni takdir penggenapan kedigdayaan dalam sepakbola dunia.
Italia sudah meraih tropi kejuaraan bergengsi Piala Dunia sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1934, 1938, 1982 dan 2006. Namun mereka hanya baru satu kali meraih tropi juara Eropa, yakni pada tahun 1968.
Baru satu kali dan itu sudah 53 tahun yang lalu. Ini sebuah selang waktu yang panjang, yang dalam usia emas pemain sepakbola sudah melewati 2 generasi. Hal ini "tak elok" bagi sebuah kepantasan negara yang termasuk digdaya dalam sepakbola dunia.
Bagi Italia, Euro 2020 bukan sekedar meraih tropi juara Eropa, melainkan sebuah kepantasan untuk penggenapan takdir sepakbola dunia. Itu bisa terwujud bila nanti memenangkan laga final, siapa pun lawannya ; Denmark atau Inggris sama saja. Italia tak usah perduli berapa gol, dan cara mendapatkannya.