Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Usai Tumbangkan Moeldoko, Ternyata AHY Masih Punya PR Besar

Diperbarui: 3 April 2021   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : tribunnews

"Bukan tidak mungkin bila suatu saat ada orang non partai yang maha kaya raya, punya uang hingga "tak berseri". Dengan kekuatan dana dan pengaruh, dia  "mencaplok" sebuah partai lewat KLB, dengan maksud tertentu yang jauh dari marwah partai"

---

Kemenangan Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah jadi babak baru kepemimpinan AHY yang akan menentukan kebesaran partai Demokrat dimasa datang----sebuah kejayaan yang dulu pernah dibawakan SBY yang notebene adalah ayahnya sendiri.  

Kini, tuntutan babak baru AHY bersama Partai Demokrat adalah sesuatu yang lebih besar dari masa lalu, sekaligus pembuktian AHY secara pribadi untuk lepas dari bayang-bayang SBY itu sendiri--tanpa melupakan jasa SBY yang telah memberikannya jalan mulus menuju kursi pemimpin partai.

sumber gambar ; kompas.com

Karena Moeldoko "Mendadak Demokrat"

Sejak menjabat Ketua Umum Partai Demokrat, AHY belum mendapatkan ujian berat. Spirit pemenangan, soliditas internal dan eksternal, daya dobrak keluar partai, dan gerak roda organisasi masih "Business as Usual" (berjalan seperti biasanya). Ini bisa dilihat dari capaian elektabilitas pemilu 2019, dan jumlah kursi di legislatif yang masih jauh dari harapan, belum signifikan dibandingkan masa jaya era SBY.

Baru kali ini---ketika Moeldoko "Mendadak Demokrat"----AHY dalam kepemimpinannya mengalami sport jantung yang luar biasa kuatnya. Kalau tidak dihadapi secara serius, akan menjungkalkan AHY dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Bagaimana tidak? 

Moeldoko yang dihadapi AHY bukanlah sosok sembarang orang. Disisi lain, ketika AHY "terlalu serius", sempat terlihat  panik yang luarbiasa sehingga bikin blunder membangun narasi liar yakni menuduh pemerintahan Jokowi berada dibalik semua itu. 

Membangun narasi itu perlu, tapi bila liar dan overdosis justru memperlihatkan sebuah kepanikan yang mencerminkan ketidakmatangan sebagai pemimpin, dan kerapuhan sebagai organisasi besar saat dalam tekanan internal-eksternal. Seolah tidak percaya diri, dan manja. Padahal Partai Demokrat memiliki infratruktur kepartaian yang kuat di berbagai level kader, kepengurusan dan legislasi, mulai dari tingkat kecamatan sampai pusat.

Saat ini usai kalah, Moeldoko dan kelompoknya tidak tinggal diam. Mereka masih mengupayakan jalur hukum positif yakni lewat pengadilan sembari meluncurkan narasi-narasi penyerangan. 

Proses  pengadilan merupakan sebuah pertarungan administratif yang disatu sisi perlu disiasati secara administratif yang profesional, sementara di sisi lain jangan sampai menguras energi terlalu besar karena kepanikan dan ketakutan berlebihan sehingga membuat Demokrat jadi tontonan lucu di ruang publik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline