Kehadiran berjanji pada panggung. Akan dibawakannya sekumpulan roh, pengarak cahaya rupa-rupa.
Panggung pun berjanji pada kehadiran. Atas nama gempita, disebarkannya barikade penguasa jiwa-jiwa haus.
Lalu mereka ciptakan serupa permainan belantara. Liar. Meriuh. Berkejaran.
Kemuliaan dan kehinaan dipaksa berdampingan. Tanpa kenal. Diperolok ruang kosong keramaian. Dirajam turunan-turunan keterasingan.
Selalu begitu,
Mereka boyong mozaik puja-puji pada dinding para dewa. Diratapi iblis. Merusuhkan hati, mata, dan bibir orang-orang kalah sejak dalam kandungan.
Panggung dan kehadiran tak pernah menyimpan kesepakatan dalam kemasan seremoni. Cukup bermaterai momentum, dan saksi egosentrum.
Setelah itu, mereka berjanji lagi. Dan lagi.
Tanpa perduli ritual hidup dan kematian sedang menjalani takdir tepat diberanda materai perjanjian.
Saat itu, kau di mana?
---
Peb28/11/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H