Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Kompasiana, Pembentuk Penulis "Ecek-Ecek" Jadi "Penggocek"

Diperbarui: 28 Oktober 2019   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar ; kompasiana.com

Jaman belum ada teknologi informasi khususnya media sosial, bila ada suatu pemikiran, uneg-uneg atau rumor maka orang cenderung menghabiskan waktu bergosip atau ngobrol dengan kerabat dekat atau tetangga. 

Produknya adalah debat kusir atau pembicaraan 'ngalor-ngidul' sampai mulut berbuih-buih, urat leher mencuat seperti jaringan kabel, mata melotot antara kegirangan dan kemarahan. 

Setelah itu redup karena lelah. Kalau pun di kemudian hari energi gosip masih tersisa, powernya sudah berkurang dibanding sebelumnya. Tak ada yang baru selain pengulangan ditambah bumbu subyektifitas tanpa didasarkan pada referensi yang valid. Lama-lama membosankan dan hilang.

Daya sebar "hasil pemikiran/pembicaraan"  tersebut tidak begitu luas. Jangkauannya terbatas langkah. Tidak bisa cepat menyebar ke wilayah yang luas. 

Jaman setelah munculnya media sosial (fb, twitter, instageam, dll) fenomena gosip/ rumor/pemikiran/uneg-uneg jadi lebih mendapatkan tempat yang nyaman. Daya sebarnya  mengalami revolusi yang luar biasa. Setiap orang bisa melepaskan peluru "semau gue". Tak terbatas waktu, jarak dan tempat.

sumber gambar : pinterest.com

Satu hal yang istimewa yakni terjadi transformasi bentuk dan 'habit" dari produk  omongan  yang bikin mulut berbusa menjadi tulisan! Setiap orang yang tadinya "tukang omong" dipaksa menjadi "tukang tulis". Mereka pun mendapat sebutan  keren, yakni Netizen (warganet).

Soal panjang atau pendek tulisan itu bukan masalah, yang penting puas dan hepiii ! #eeh...maksudnya semua orang seolah mencapai maqam tertinggi dirinya ketika menuliskan uneg-uneg dan dibaca oleh jejaring tak sebatas kerabat dekat melainkan teman maya yang seringkali tak jelas identitas dan asal usulnya.

Sebagai Netizen, setiap orang punya previlege untuk menuangkan hasil pemikirannya  dalam bentuk tulisan, baik itu sebagai pembuat "status", maupun "tukang komen".

Ditengah maraknya media sosial yang "riuh" tanpa suara tapi memiliki daya sebar dan dobrak terhadap berbagai isu-isu itulah Kompasiana lahir.

Kompasiana hadir seolah-olah jadi kompetitor media sosial, namun sebenarnya sebuah media pilihan untuk penuangan gagasan yang bermartabat dalam ber "uyel-uyel"an  antar sesama Netizen. Mirip yang terjadi medsos, namun "terseleksi" oleh sistem dan habitus yang ada di Kompasiana.

Habitus itu menjadi pembeda Kompasiana dengan media sosial biasa. Kompasiana masuk kategori atau menamakan diri sebagai platform blog.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline