Dengan nama Kabinet Indonesia Maju, bagaimana Indonesia bisa maju bila pemilihan menteri tidak tepat dan mengecewakan rakyat?
Hampir setiap pengumuman susunan kabinet cenderung memunculkan pro dan kontra di ruang publik. Bukan hanya di era presiden Jokowi, namun juga para presiden terdahulu.
Sejumlah tokoh yang dipilih Jokowi jadi anggota Kabinet Indonesia Maju sangat mengecewakan dan mengkhawatirkan karena berbagai anggapan, misalnya ; belum/tidak mewakili golongan atau kelompok masyarakat tertentu, nama tidak dikenal, latar belakang pendidikan-pengalaman kerja-politik-organisasi-usia- yang tidak sesuai dengan pos jabatan yang ditempati.
Selain itu ada tokoh idola/panutan publik atau menteri terdahulu yang berprestasi bagus namun tidak terpilih kembali, misalnya Susi Pujiastuti mantan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Ignasius Jonan mantan Menteri ESDM. Sebaliknya, Prabowo Subianto yang bagi pendukung Jokowi garis keras dan penggiat HAM sebagai "public enemy" justru dipilih jadi menteri pertahahan.
Nama Nadiem Makarim disorot publik dan diragukan kemampuannya karena latar belakang pendidikan, pengalaman kerja/organisasinya dianggap tidak sesuai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpinnya.
Bayangkan, usia Nadiem Makarim masih muda (35 tahun) dan lebih dikenal publik sebagai bos GoJek (pengusaha startup), tahu apa dia soal pendidikan usia dini, dasar, menengah dan tinggi? Belum lagi masalah birokrasi lembaga pendidikan, kesejahteraan guru dan infrastruktur sekolah dasar dan menengah di daerah-daerah yang masih sangat memprihatinkan.
Puncak kekecewaan tertuju pada presiden Jokowi. Sebagian publik tidak segan-segan mengecam cara Jokowi memilih menteri. Jokowi dianggap terlalu mengedepankan pilihan menteri dari parpol, sementara si Menteri tidak mumpuni di bidangnya. Di sisi lain ada tokoh profesional, namun kementerian yang dipimpinnya tidak sesuai keahliannya yang selama ini dikenal publik.
Mau jadi apa negeri ini dengan susunan kabinet seperti itu? Dengan nama Kabinet Indonesia Maju, bagaimana Indonesia bisa maju bila pemilihan menteri tidak tepat dan mengecewakan publik?
Perasaan kecewa pada formasi kabinet Jokowi jilid II merupakanpertanda keperdulian pada nasib bangsa saat ini dan masa depan. Namun membiarkan rasa kecewa itu tumbuh lebih besar dan menjadi apatis bukanlah sikap yang fair. Para menteri baru dilantik, belum bekerja. Belum ada hasil atau kegagalan untuk dijadikan penilaian obyektif. Bukan tidak mungkin setiap menteri yang baru dan lama bisa bekerja lebih baik dibandingkan pendahulunya atau masa sebelumnya. Dinamika periode pertama tidak sama dengan periode kedua.
Kekecewaan tanpa dasar
Presiden Jokowi telah menyampaikan tujuh poin perintah untuk menteri baru, pertama jangan korupsi, tidak ada visi dan misi menteri melainkan presiden dan wakil presiden, harus kerja cepat dan produktif, jangan terjebak pada rutinitas yang monoton, bekerja dengan orientasi hasil nyata, mengecek masalah di lapangan dan temukan solusi, serta serius dalam bekerja.