Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Perppu UU KPK dan Daya Tampar Politik Jokowi

Diperbarui: 27 September 2019   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan sejumlah tokoh dan budayawan usai pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Presiden menyatakan akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Perppu UU KPK itu "pelatuk senjata penuh amunisi" yang siap ditembakkan ke arah yang tepat. Apa sasarannya?

Di tengah hiruk pikuk dan rusuh demonstrasi mahasiswa pada banyak wilayah di negeri ini, sejumlah tokoh nasional bertemu Jokowi untuk menyampaikan pemikiran terkait revisi UU KPK yang telah bikin gejolak dalam masyarakat.

Usai pertemuan itu, dilakukan lah jumpa pers. Isinya, Jokowi bersedia mempertimbangkan mengeluarkan Perppu UU KPK. Terbaca dari nada bicaranya, penerbitan Perppu itu hanya masalah waktu saja.

Bila kelak "dalam tempo yang sesingkat-singkatnya" Perppu UU KPK dikeluarkan Presiden Jokowi, maka citra kepemimpinannya akan cemar.

Sebelum itu, sebagian publik sudah memandang Jokowi lemah. Picisan. Jokowi pemimpin yang plin-plan.

Belum lama Jokowi seolah tanpa melihat kiri-kanan bersekutu intim dengan DPR "menggolkan" revisi UU KPK. Kini beliau pula yang akan "menganulir gol"-nya sendiri.

Melakukan langkah penerbitkan Perppu UU KPK bagai menampar muka sendiri. Bikin malu? Tidak.

Perppu bukan pelanggaran hukum. Bukan tindakan nista, tapi domain presiden yang sah secara undang-undang negara. Kenapa harus malu?

Soal anggapan minor (Jokowi plin-plan, lemah, dan lain-lain), itu hal biasa. Toh, Jokowi seringkali melakukan langkah politik tidak populer, yang membuat citranya jatuh di mata awam.

Sebagian kita sering lupa, Jokowi itu makhluk politik. Politik tak mudah ditebak. Untuk menuju suatu tempat tidak selalu harus langsung menggunakan jalan utama dengan hamparan karpet merah.

Di balik fenomena politik yang tersurat terdapat banyak dinamika sensitif yang tersirat. Semua itu harus dibaca dengan kacamata, cita rasa, dan estetika politik.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline