Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Blunder Kampanye Akbar di GBK, Prabowo Tak Mampu Menebusnya pada Debat Capres

Diperbarui: 14 April 2019   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : kompas.com

Prabowo tampaknya sudah kehilangan akal sehat atau kehabisan energi pada debat capres/cawapres terakhir. Akibatnya, justru menambah keterpurukan dirinya. Lagi-lagi blunder besar dia tampilkan dalam debat capres/cawapres terakhir pada Pilpres 2019 ini. 

Padahal moment debat capres/cawapres merupakan kartu terakhir di depan rakyat Indonesia untuk menunjukkan dia layak menjadi Presiden RI.  Namun yang terjadi justru sebaliknya. Prabowo tidak layak menjadi presiden RI.

Baru sekitar seminggu dia melakukan blunder besar saat kampanye akbar di stadion Gelora Bung Karno (GBK). Dalam kampanye itu, Prabowo menampilkan keberpihakannya pada golongan tertentu yang berlawanan dengan semangat Kebhinekaan Tunggal Ika Indonesia. Ter;lihat dari peserta yang hadir dan berbagai atribut  di dalam dan luar stadion. 

Bahkan pak SBY secara terang-terangan melalui suratnya kepada elit demokrat menyatakan kampanye itu terlalu menonjolkan politik identitas, bersifat eksklusif pada golongan agama tertentu saja.

Selain itu, sikap Prabowo yang permisif terhadap para koruptor. Dia justru ingin bersekutu dengan koruptor atas nama "tobat" dengan cara memberi "pensiun" dari hasil  korupsi, sehingga mengundang reaksi dari KPK.

Baca : Kampanye Akbar di GBK, Bukti Prabowo Tidak Layak jadi Presiden RI 

Blunder dalam Debat Capres Kelima

Sejatinya blunder  kampanye akbar di GBK itu bisa dijadikan bahan evaluasi yang komprehensif sebagai bekal untuk lebih baik pada penampilan di debat capres/cawapres terakhir. Namun nyatanya, lagi-lagi Prabowo menunjukkan dirinya tidak mampu dan tidak layak menjadi Presiden RI. Ada tiga hal yang jadi blunder Prabowo.

Pertama, ketidakmampuan dia menguraikan secara jernih konsep ekonomi untuk membangun bangsa dan negara ini. Pihak Prabowo/Sandi tidak menguasai alur ekonomi makro dan mikro. Akibatnya, campur aduk permasalahan antara ekonomi makro dan mikro hanya berdasarkan keluhan "Ibu Nurjanah dan Ibu Mia". Sandi mengeneralisasi pengalaman kedua ibu tersebut sebagai kondisi agregat perekonomian.

Menanggapa hal itu, Jokowi sampai harus mengingatkan Prabowo/Sandi bahwa membuat kebijakan ekonomi makro, pemerintah harus melihat perekonomian secara menyeluruh dan komprehensif, tidak bisa berdasarkan keluhan orang per orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline