Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Iklim Politik Keislaman Menjadi Bumerang Prabowo

Diperbarui: 5 Maret 2019   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : kompas.com

Iklim perpolitikan masa kini di negeri ini sangat kental dengan politik identitas. Agama yang dulunya "haram" kalau dijadikan alat politik, kini "halal" digunakan dengan berbagai kemasan meyakinkan umat demi sebuah ambisi politik.

Prabowo memulai perjalanan pencapresan 2019 dengan langkah-langkah mengusung simbol agama Islam sebagai basis kekuatannya. Latar belakang keluarganya Kristen  sebenarnya sangat riskan meraih simpati publik Islam tapi ternyata berhasil dia tutupi dengan cara menggaet partai Islam beserta tokoh-tokoh penting dunia Islam di Indonesia.

Secara politis saat ini Prabowo menjadi "representasi" tokoh Islam. Dalam pilpres 2019  Prabowo dianggap menjadi pembela Islam bila kelak menjadi Presiden RI.

Tentunya, semua itu sudah melalui perhitungan dari pemikiran tertentu dari seorang Prabowo sebagai empunya hajat dan ambisi menduduki kursi RI-1.

Koalisi lamanya yang setia ; yakni PAN dan PKS yang berbasiskan masa Islam masih jadi gerbong utama. Maka sempurnalah Prabowo yang berlatar belakang keluarga besar Kristen menjalankan politik identitas berbasiskan agama Islam.

sumber gambar ; tribunnews.com

Melihat hasil Pilpres 2014 Jokowi/JK memperoleh 70.997.833 suara atau 53,13 persen. Sementara Prabowo-Hatta 62.576.444 suara atau 46,84 persen. Kekalahan yang dialami Prabowo relatif tipis sekitar 8.421.389 suara dari 133.574. 277 suara pemilih.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa basis Islam yang mendukung Prabowo telah mampu menjadikan dirinya kandidat sangat kuat untuk merebut kursi Presiden RI.

Penggiringan Massa Keislaman
Melihat hasil terdahulu, massa Islam relatif mudah digiring dengan sentimen keagamaan yang kuat. Narasi surga-neraka. Narasi pribumi Islam terzolimi, narasi PKI, narasi penjajahan ekonomi oleh China dan dunia barat, dll merupakan contoh isu yang mampu membakar spirit keislaman publik  yang wawasannya relatif rendah atau terbatas.

Dan ketika pencapresan 2019 akan mulai maka isu dan simbol keislaman tersebut dieksplore secara lebih masif dibandingkan masa lalu. Tujuannya adalah untuk mempertahankan basis massa Islam yang sudah ada sejak Pilpres 2014. Selanjutnya menambah kekurangan yang ada sekitar lebih dari 8,5  juta suara.

Basis massa Islam tersebut perlu dijaga militansinya dengan menampilkan simbol-simbol keislaman secara lebih mencolok dibandingkan Pilpres 2014.

Terbukti hal tersebut berhasil. Pada masa Pilpres 2019 ini iklim politik identitas berbasiskan keislaman jauh lebih kuat dan panas dibandingkan Pilpres 2014. Berbagai macam aksi massa Islam di ruang publik yang diikuti ratusan ribu orang kerapkali diadakan dengan istilah penomoran unik dari kalender atau demo berjilid-jilid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline