"Prabowo akan Salat Jum'at dimana?"
Ketika menjelang hari Jumat tiba, pertanyaan itu semakin gencar dan masif ditujukan kepada Prabowo, sehingga dia bagai sosok "buronan ibadah" yang dikejar-kejar banyak orang.
Padahal tulisan pertanyaan itu "cuma" status atau cuitan setiap hari Kamis dan Jumat di dunia medsos (facebook dan twitter) yang marak beberapa waktu lalu hingga kini. Tulisan pertanyaan itu sering menjadi trending topik dengan tagar khusus #PrabowoSalatJumatDimana?
Efek pertanyaan itu terhadap citra Prabowo sangat besar mendegradasi eksistensi perpolitikan Prabowo. Apa pasal?
Prabowo bukan anak kecil yang bandel, yang berkali-kali suka mangkir mengikuti jadwal wajib ibadah. Prabowo merupakan tokoh publik dan jadi panutan banyak orang. Prabowo adalah calon presiden di negara yang mayoritas rakyatnya memeluk agama Islam, sehingga rakyat ingin kepastian bahwa Prabowo taat ibadah.
Bila dibandingkan dengan para tokoh satu kubu Prabowo, seperti Amien Rais, Fadli Zon, Zulkifli Hasan, Hidayat Nurwahid, soal Salat tak menjadi persoalan publik. Namun terhadap Prabowo, Salat menjadi persoalan besar dan sangat serius.
Memaknai Aksi Salat Prabowo
Saking seringnya pertanyaan "Prabowo Salat Jum'at dimana?" membuat kubu pemenangan Prabowo-Sandi gerah, kemudian mereka "menggelar secara khusus" kegiatan Salat-nya Prabowo di Mesjid Agung Kauman saat berada di Semarang tanggal 15 Februari lalu.
Tak seperti umumnya tokoh saat menjalankan ritual wajib keagamaan yang rutin, kali ini kegiatan salat Prabowo dibuatkan publikasinya beberapa waktu sebelumnya Jumatan. Lewat publikasi itu, publik dan pers "diundang", sekaligus untuk turut serta melakukan salat bersama Prabowo. Publikasi itu juga dimaksudkan menjawab keraguan publik soal keislaman Prabowo.
Bila dibandingkan dengan masa lalu, soal ibadah salat seorang tokoh tidak menjadi persoalan yang mengemuka di ruang publik. Media pun tidak sebebas seperti saat ini untuk "mengkritisi" agama, apalagi soal ibadahnya.
Namun kini, iklim perpolitikan di negeri ini sangat kental dengan politik identitas, khususnya penggunaan agama Islam. Arus politik yang terbentuk sangat masif membawa agama Islam ke kancah politik praktis. Kelompok Islam konservatif mendapatkan ruang ekspresi dan leluasa menunjukkan dirinya di ruang publik untuk mempengaruhi kelompok Islam lainnya--atas nama kebesaran Islam dan bela Tuhan.