Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Soal Kepemilikan Tanah, Jokowi Menyerang Pribadi Prabowo?

Diperbarui: 18 Februari 2019   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasangan calon presiden nomor urut 1, Joko Widodo beserta pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berjabat tangan setelah debat pilpres pertama di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019). Tema debat pilpres pertama yaitu mengangkat isu Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Dari debat capres kedua terungkap soal "kepemilikan" tanah Prabowo di Kalimantan dan Sumatera. Luasnya tak tanggung-tanggung yakni mencapi ratusan ribu hektar. Di Kalimantan Timur sebesar 220 ribu hektar dan di Aceh Tengah 120 ribu hektar yang didapatkan Prabowo pada era pemerintahan terdahulu.

Pada momen debat itu itu Jokowi ingin menyampaikan soal reforma agraria untuk rakyat. Pembagian sertifikat atau penguasaan tanah sebesar itu tidak dilakukan masa pemerintahannya.

Kemudian di akhir acara yakni pada closing statements, Prabowo mengakui dan menjelaskan bahwa tanah itu berstatus Hak Guna Usaha. Dia bersedia mengembalikan kepada negara sewaktu-waktu diperlukan.

Soal "kepemilikan" tanah Prabowo yang diungkapkan Jokowi itu kemudian ditanggapi bagai bola liar di ruang publik. Sebagian netizen (publik) menganggap Jokowi telah menyerang pribadi Prabowo. Benarkah?

Persoalan konsesi tanah, apalagi yang diterima dan dikerjakan oleh seorang tokoh publik atau calon pemimpin publik bukanlah masalah pribadi tokoh tersebut. Masalah tanah merupakan ranah kebijakan pemerintah, yang diterima oleh si tokoh dan perlu diketahui publik.

Jokowi sudah menekankan secara jelas bahwa pada masa pemerintahannya pembagian tanah berskala besar tidak ada dalam kebijakan pemerintahannya.

Sementara soal tanah HGU milik Prabowo bukanlah ruang privat (pribadi).  Dengan tanah itu, bisa terhitung berapa pemasukan ekonomi yang masuk ke kantong Prabowo selaku pengusaha. Artinya merupakan bagian dari kekayaan Prabowo yang harus diketahui publik.

Terkait kekayaan pejabat publik, sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. 

Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor: KEP.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara.

Setiap (calon) pejabat publik negeri ini diharuskan melaporkan jumlah kekayaannya, yang di dalamnya terdiri berbagai kategori, seperti harta bergerak dan tidak bergerak; kepemilikan perusahaan, tanah, kendaraan, uang rupiah, mata uang asing (dolar, dll), giro, tabungan, perhiasan, dan lain sebagainya.

Laporan itu berupa LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yakni seluruh harta kekayaan Penyelenggara Negara termasuk juga milik keluarga inti (istri dan anak) yang ditetapkan dan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline