Ahok atau BTP memang sosok kontroversial dan fenomenal di kancah perpolitikan negeri ini. Namanya dibesarkan di dunia politik. Sebaliknya, dunia politik negeri ini pun banyak diajarkan (mendapatkan inspirasi) dari sepak terjang politis BTP--termasuk para pemegang aktif kekuasaan politik saat ini.
Hubungan simbiosis mutualis BTP-Politik tersebut sampai kini masih kuat dirasakan publik. Sebaliknya, Ahok pun bisa merasakannya. Salah satunya, dia harus "bertapa" di tahanan Mako Brimob selama 2 tahun.
Publik merasakan efek simbiosis mutualis itu. Usai menjalani masa bertapa itu, ruang publik kembali riuh. Muncul pertanyaan publik. BTP akan kemana?
Tebak-tebakan dari masyarakat pun muncul di ruang publik. Pilihan utamanya hanya dua ; BTP kembali ke politik atau BTP memilih bidang nonpolitik. Pada masing-masing pilihan utama itu terdapat varian turunan pertanyaan yang relatif banyak.
Bila kembali ke politik, pada kelompok politik (partai) mana BTP akan berlabuh? Kenapa dia memilih partai tersebut? Apa sasaran dan target politiknya serta bagaimana perilaku politik BTP di sana?
Bila tak kembali ke politik, akan menjadi apa BTP? Pengusaha? Artis? Konsultan? Aktivis LSM? Kenapa BTP memilih bidang itu? Apa targetnya? Bagaimana BTP akan memulai usaha barunya? Apa saja modalnya? Siapa yang akan membantunya?
Varian turunan setiap pilihan itu akan terus jadi pembicaraan publik. Hal tersebut bagai bahan bakar yang terus menghidupkan sosok politis dirinya. Suka atau tidak suka, di manapun BTP berada akan tetap jadi pembicaraan. Karena dia merupakan sosok yang menjadi milik publik dan dunia politik itu sendiri.
BTP lahir dari keluarga pedagang. Dibesarkan di lingkungan pedagang. Dia masuk ke politik karena idealismenya ingin memberikan kontribusi bagi terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik secara lebih luas.
Dengan BTP masuk ke dunia politik, maka alat mewujudkan idealismenya adalah kebijakan politik yang melekat dalam jabatan politik sesuai undang-undang yang berlaku. Kebijakan politik tersebut berimplikasi pada tata kelola penyelenggara negara dan kehidupan masyarakat luas. Hal ini yang tidak bisa dilakukan BTP saat dulu masih menjadi pengusaha, walau memiliki uang banyak.
Bandingkan seorang yang hanya sebagai pengusaha, mungkin hanya bisa mensejahterakan karyawan dan lingkungan terdekatnya. Kalau mau lebih luas lagi bisa melalui "alat pengusaha" seperti kebijakan dana CSR perusahaan untuk pembangunan masyarakat.
Selain itu bisa juga lewat pembentukan yayasan sosial, dan lain sebagainya. Tapi semua itu belum mampu menyaingi luasnya lingkup pengaruh, pedan dan kerja suatu kebijakan politik seorang politikus.