"Kamu menulis fiksi ya?Iihhh, gak nyangka kamu lebay, deh..."
"Kamu menulis Sepak Bola ya? Halah! Kayak kamu pernah jadi pemain main bola aja! Nendang bola aja gak bisa! "
"Kamu menulis Traveling, ya? Bilang aja kamu mau pamer udah jalan-jalan ke sono!"
"Kamu menulis Politik ya? Halaaah, kamu politikus bukan, tau apa kamu soal permainan politikus dibalik layar."
"Kamu menulis tips ini- itu soal hidup, ya? Emang hidup kamu udah sempurna, gitu?"
"Kamu mau nulis, ya?"
"Eeeh, enggak kok! Aku cuma menyusun kata dan kalimat."
"Nah, gitu, dong. Jangan Menulis!"
"Haiiiiiiiyaaa..."
Menulis butuh keberanian. Keberanian apa? Banyak! Salah satunya adalah keberanian untuk tidak memperdulikan perkataan orang tentang tulisan atau 'kepenulisan' kita.
Bayangkan kalau semua komen seperti contoh di atas kamu bawa dalam perasaan (baperan), maka sampai matahari terbit dari utara pun kamu tak akan pernah menulis.
Sampai timnas sepakbola Indonesia juara dunia dengan mengalahkan Brazil pun kamu tak akan pernah berani menulis. Sampai seorang Pebrianov jadi presiden pun kamu hanya jadi pemalu tanpa karya tulis.
"Aah, lagak lu! Emang bisa jadi presiden?"
"Perduli amat, aku kan hanya menulis 'sendainya' jadi presiden". Heu heu heu..
Begitulah hidup. Selalu ada cobaan dan tantangan, yang menuntut kita untuk berani menghadapinya. Karena kalau tidak, kita akan jadi sandera abadi dari kekuatiran (ketakutan) cemoohan orang lain.
Adanya ide, gagasan dan kemampuan menulis yang kita miliki tak akan pernah terasah. Akhirnya lenyap ditelan waktu. Kita pun hilang ditelan jaman. Padahal saat itu kita bisa membuat sejarah. Salah satunya dengan menulis!
Menulis tak lepas dari tantangan dan cobaan yang seringkali datang dari faktor-faktor luar si Penulis, seperti candaan, celaan, cemoohan atau hinaan yang justru dari lingkungan terdekatnya, seperti teman atau saudara sendiri.
Bisa juga sebaliknya, dari dalam diri si Penuli, yakni karena baperan. Tidak mau melatih selera humor. Tidak mampu menghadapi "celaan" itu dengan santai.
Mereka merasa tahu banyak tentang "kartu AS" kita. Lalu menggenalisir penilaian kepribadian dan kemampuan kita berdasarkan parameter tertentu. Mereka tahu bahwa kita tidak mahir main bola.
Berlari seratus meter saja sudah ngos-ngosan. Tapi mereka belum tahu bahwa kita banyak membaca tentang perkembangan sepakbola nasional dan internasional sejak dulu hingga sekarang. Dari persoalan teknis maupun non-teknis sepakbola.