Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Pernyataan "Bohong" dan Handicap Kepemimpinan Prabowo-Sandi Masa Depan

Diperbarui: 6 Desember 2018   05:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar ; republika.co.id

Pilpres tinggal 4 bulan lagi. Waktu yang relatif ; bisa dianggap masih lama dan juga bisa singkat. Semua tergantung rencana dan aktivitas yang ingin dilakukan setiap kontestan Pilpres dan tim nya.

Pada selang masa kampanye ini, pasangan Prabowo/Sandi belum menampakkan program-program andalan yang mengandung kebaruan (novelty) bila kelak menjadi pemimpin negeri ini. Belum ada rincian program yang bisa meyakinkan masyarakat pemilih bahwa mereka bisa/mampu dan layak membawa Indonesia ke arah lebih baik dibandingkan yang sudah dikerjakan Capres petahana Jokowi. 

Sampai saat ini, Prabowo/Sandi lebih banyak berkutan pada "itu-itu saja", yakni banyak membuat pernyataan yang tidak sesuai kenyataan di masyarakat.

Sebut saja soal Indonesia bubar tahun 2030, tempe setipis ATM, Prabowo menyatakan ekonomi saat ini merupakan ekonomi kebodohan, 99 persen rakyat Indonesia miskin, isu PKI dan kriminalisasi ulama, kasus kebohongan Ratna Sarumpaet, dan seterusnya.

Kalau hal itu sebagai bagian upaya kampanye negatif--dan itu dianggap masih dalam koridor kampanye, lalu apakah hal ini akan terus dilakukan selam 4 bulan ke depan, hanya untuk menggerus kepercayaan publik terhadap petahana Jokowi? 

Persoalannya adalah pada image berbagai pernyataan negatif itu yang kemudian terbangun di dalam masyarakat, bukan lagi semata menciptakan gambaran negatif terhadap petahana Jokowi, namun juga image negatif pada Prabowo/Sandi sendiri di masa depan.

Katakanlah bila mereka memenangkan Pilpres 2019, maka semua yang pernah mereka nyatakan dan lakukan selama kampanye akan melekat di diri mereka. Semua itu menjadi handicap mereka selama memimpin negeri ini.

Handicap itu menjadikan segala program yang mereka buat dan akan kerjakan di kemudian hari tak akan lepas dari ingatan publik, khususnya pada semua kampanye negatif itu--dibalik gaya kepemimpinan mereka kelak.

Ini yang mungkin tidak disadari. Ataukah mungkin sudah disadari namun tidak dijadikan persoalan utama karena menganggap rakyat Indonesia "bodoh" dan "permisif" terhadap taktik tak etis serta kesalahan masa lalu?

Semakin hari, rakyat semakin cerdas dalam melihat realitas para pemimpinnya bekerja. Ada pembelajaran dari cara rakyat melihat pemimpin di wilayahnya, baik itu walikota, bupati, hingga gubernur.

Dari cara itulah mereka melihat calon presidennya. Akankah si Pemimpin itu tampil dan bekerja memberi manfaat bagi kehidupan mereka beserta anak cucunya kelak? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline