Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Politik "Dua Kaki" Demokrat vs Politik "Orde Baru" Gerindra

Diperbarui: 20 November 2018   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : merdeka.com

 "Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sangat mengharapkan bantuan Bapak SBY dan Mas AHY untuk menaikkan elektabilitas mereka yang cenderung stagnan. Di lapangan, kesukaan dan dukungan rakyat kepada AHY-SBY ini cukup tinggi" (sumber)

Ada aksi berakibat munculnya reaksi. Ini hukum dasar fisika, yang kini bisa juga berlaku ranah politik. Sama halnya dengan fisika, aksi-reaksi itu bisa dirasakan dan dilihat secara kasar mata.  

Demokrat dan Gerindra, dua partai besar yang tergabung dalam Koalisi Adil Makmur. Sejatinya kedua partai itu terlihat bahu membahu memenangkan Prabowo-Sandi dari koalisinya. Namun yang terlihat di publik, keduanya justru sering tak sejalan. Perang pernyataan di media arus utama lebih sering terjadi, dan ini menarik perhatian publik dibandingkan kampanye mereka untuk Indonesia ke depan.

Di satu sisi, Demokrat menyatakan ingin berkontribusi banyak pada upaya pemenanganan. Mereka merasa punya banyak kelebihan yang bisa menarik perhatian ke rakyat Indonesia. Sebagai partai pemenang pemilu masa lalu selama dua periode, Demokrat berpengalaman dalam upaya pemenangan kontestasi Pilpres. Selain itu, sejumlah tokoh-tokoh di dalamnya sangat mumpuni, seperti SBY, mantan presiden RI selama  dua periode, SHY mewakili generasi milenial, Andi Arief mantan aktivis mahasiswa 89, dan para tokoh lainnya.

Namun yang tampak  terlihat, Gerindra sebagai pemimpin koalisi tak memberi pangggung pada Demokrat untuk leluasa mengekpresikan cara mereka mengkampanyekan Prabowo-Sandi. Ada "ganjalan psikologis dan ideologis" yang membuat Gerindra bersikap demikian sehingga kader kedua partai beberapa kali justru terlibat perang pernyataan---yang menandakan mereka tidak kompak dalam koalisi.

Sering Saling Tuding

Muncul pertanyaan mendasar di ruang publik, kalau koalisi itu terus bertengkar, lalu kapan bisa fokus menyampaikan program kampanye bersama? Belum lagi citra koalisi akan anjlok dimata publik karena diangggap tidak mampu meredam konflik kelompok, dan diragukan kemampuannya mengelola organisasi kerja secara keseluruhan. Lalu, bagaimana mau mempin bangsa ini dengan baik?

Satu hal yang membuat Gerindra tampak enggan memberikan porsi panggung khusus kepada Demokrat adalah adanya cara politik "dua kaki" Demokrat. Hal ini relatif sulit diterima. Cara berpolitik pemenangan yang paradoksal. Sebuah aksi kesia-siaan dalam berkoalisian. Bagaimana bisa memenangkan Prabowio-Sandi bila hati dan langkah kongkrit poliktik Demokrat mendua, yakni dengan mempersilahkan para kadernya untuk memilih lawan politik Prabowo-Sandi yakni pasangan Joko Widodo/Ma'ruf Amin? Ingin menang, tapi lawan diberi peluang mengalahkan.

Di internal Gerindra sendiri, semua kadernya diwajibkan mlakukan upaya memenangkan Prabowo-Sandi, apapun dinamika politik lokal tempat para kader Gerindra berjuang. Bagi Prabowo atau Gerindra, politik adalah perjuangan menang-kalah. Jadi, sikap politik harus jelas sejak awal. Wajib hukum untuk memenangkan kelompoknya walau tantangannya berat dan peluangnya tidak besar.

sumber gambar : merdeka.com

Hadirnya Orde Baru diantara Demokrat dan Gerindra

Dengan politik dua kali Demokrat tersebut, Gerindra pun tampak bersikap tak terlalu perduli pada kehadiran Demorat di kolasinya.  Gerindra justru kemudian "dengan santainya" merangkul mesra Partai Berkarya, yang  di dalamnya ada Titik Soeharto---putri Soeharto mantan presiden dan penguasa Orde Baru. Partai tersebut  memang pedatang baru, yang berisi putra-putri Soeharto dan mereka sangat kuat membawa roh Orde Baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline