Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Sandiaga Uno "Menyogok" PAN dan PKS, Gambaran Suram Kepemimpinan Prabowo

Diperbarui: 25 Agustus 2018   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: merdeka.com

Gerakan cepat politikus partai Gerindra Sandiaga Uno "menyogok" PAN dan PKS di penghujung pendaftaran Calon Presiden telah menggemparkan jagad politik negeri ini. Uniknya, kemudian Sandiaga Uno (Gerindra) melakukan itu dengan "membiarkan"  Andi Arief dari partai Demokrat mempublishnya ke ruang publik sehingga memuculkan "si Jenderal Kardus". 

Sebuah kehinaan bagi seorang Jenderal yang dikabarkan jago di medan perang tapi nyatanya tak lebih "Kardus".  Rakyat Indonesia  pun tercengang. Tak tanggung-tanggung, uang untuk masing-masing partai yang diberikan sejumlah 500 Milyar. Jadi total uang yang diberikan berjumlah 1 Trilyun!

Gerakan Sandiaga Uno itu membuat PAN dan PKS bagai kehilangan nyali dan patah gigi. Padahal jauh sebelumnya, kedua "Partai Allah" itu berani dan galak menyodorkan kadernya untuk jadi Cawapres mendampingi Prabowo.

Selang waktu "gonggongan galak" PAN dan PKS cukup lama, yang membuat Prabowo bagai tersandera sehingga tidak bisa segera mendaftarkan diri jadi Capres karena lambat menentukan cawapresnya. Bagaimana tidak? Di satu sisi, Gerindra butuh dukungan kedua partai itu, tapi disisi lain kecerewetan keduanya menyodorkan diri untuk mendapatkan "servis lebih" telah membuat Gerindra gerah tapi tak bisa jauh dari pelukan kedua "kekasih" setianya itu.

Adalah partai Demokrat, "si cantik nan seksi " penuh pesona yang datang belakangan memecah kebuntuan itu. Demokrat menyodorkan diri jadi "kekasih Gerindra" dengan menampilkan AHY yang punya penampilan oke di sebagian publik awam politik. 

Terbentuklah opini  bahwa Prabowo sudah pasti bersanding dengan AHY. Pak SBY yang hampir tak kenal lelah "menjajakan" AHY---anaknya-- untuk jadi pemimpin negeri ini sempat bisa bernafas lega sampai hari jelang pendaftaran Capres/Cawapres. Lega karena AHY bakal maju ke "pelaminan" Capres/Cawapres bersama Prabowo.

Tapi apa yang terjadi? Muncul "Jenderal Kardus"! Istilah dari Andi Arief---petinggi Demokrat---yang sangat kecewa dengan Jenderal Prabowo yang "memilih jadi Jenderal Kardus". Label "Jenderal Kardus" inikah salah satu "The New Prabowo" itu?

Sumber gambar:kompas.com

Gerindra memang cerdik memanfaatkan kecantikan Demokrat untuk meredam kengototan PAN dan PKS untuk dapat "servis lebih" dalam konteks cawapres. Keduanya dibuat cemburu buta hingga hilang akal ketika "disogok" uang 500M oleh Sandiaga Uno, karena kalau tidak, Gerinda punya opsi menjadikan AHY "kekasih baru" yang lebih disayang sampai "pelaminan" Capres/Cawapres. PAN dan PKS tentu butuh uang, tapi tak ingin Prabowo bersama AHY "bersanding dipelaminan" Capres dan Cawapres. Mereka tampaknya lebih rela Prabowo melakukan "incest", yakni bersanding dengan sesama satu partai. Dia adalah Sandiaga Uno si Pemberi uang 500 Milyar itu.

Sangat mengherankan, capres Prabowo punya tiga calon cawapres. Tapi yang dipilih adalah anak buah satu partai. Ini seperti "Incest". Melakukan "incest politik" memang tidak tabu dalam dunia politik, tapi berpotensi membentuk pemimpin otoriter, karena tidak adanya keseimbangan politis. Padahal, sharing kekuasaan itu diperlukan untuk keseimbangan kepemimpinan bila kelak terpilih jadi pemimpin negeri ini. 

Peran PKS dan PAN selaku "kekasih lama" dalam koalisi oposisi menjadi kerdil. Demikian juga Demokrat, yang dipenghujung pendaftaran Capres/Cawapres, mau tidak mau harus berkoalisi karena bila tidak, akan menyulitkan partainya di masa depan. Karena kemungkinan mereka masih tetap ingin AHY maju pada periode setelah 2019-2024. 

Layak kah Jadi Pemimpin?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline