Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Cerpen | Suara Misterius dalam Ruang Menulis

Diperbarui: 28 Oktober 2017   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : https://cdn.pixabay.com/photo/2017/07/10/17/59/abstract-2490831_640.jpg

Apa yang kau dapatkan dari menulis, hai orang tolol! Pergilah ke pasar renjana. Disana banyak orang. Dengan keringat mereka beli mimpi-mimpinya!

Suara itu sering muncul di ruang-tempat aku menari atau berkejaran dengan aksara. Mungkin sudah ratusan kali suara itu bergema. 

Aku benci suara itu. Nadanya penuh hinaan. Aku mungkin orang bodoh, tapi aku tak terima dikatakan tolol.

Aku benci suara itu. Sangat pengecut! Dia hanya bisa bergema tapi tak pernah tunjukkan wujud dan posisinya.

Sering saat suara itu muncul, kuhentikan tarian benak dan jari-jariku. Kuhela deru nafas yang bangunkan kemarahan. Kutahan hasrat primitif itu demi logika dan etika. Aku malu pada aksara yang tadi menari bersamaku.

Kini suara itu muncul lagi, katanya :

"Hai orang tolol, kau menari dengan bayang-bayangmu. Kau ciptakan kesia-siaan. Tidak kah kau lihat jarum jam terus bergerak dan akan membunuhmu?" 

Kembali aku terhina. Keparat! Aku geram. Jari terkepal, siap meninju. Aku beranjak, mencari titik suara. Kuperiksa laci. Kurogoh kolong meja. Kuperhatikan setiap rak dinding. Kusibak jendela. Mungkin tempat itu jadi persembunyiannya. 

Sempat kulihat jam dinding. Kuperhatian gerak teratur dua batang langsing berkepala mata tombak. Apakah benar keduanya akan membunuhku?

Kuperhatikan lagi lebih seksama. Tetiba jadi teringat. Jarum jam itu sering ingin membunuhku. Jantungku dibuat berdetak sangat kencang serasa akan meledakkan rongga dada. Saraf otak berdenyut hingga batok kepala pecah.  Ya, di sekujur tubuh jarum jam itu melekat deadline tugas pekerjaan, pesanan proposal, artikel, dan banyak lagi yang namanya tak kuingat. 

Keparat! Pasti suara misterius itu ingin mengejekku yang hampir mati. Saat ketakutan bagai dikejar-kejar setan laknat. Pori-poriku membuka. Keringat sebesar bulir jagung mengucur bagai air bah akan tenggelamkan aku di ruang itu. Pada situasi itu, tiap detak jarum jam itu kujadikan berhala. Kusembah penuh ketakutan agar tak dibunuh deadline. Aku tak mau hentakan detiknya melintas batas sembari menarik keras tali leher harapanku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline