Ada yang menarik pada upacara HUT RI ke 72 di Istana Negara. Mulai dari Presiden/Ibu Negara, Wakil Presiden/ Istri, para mantan presiden, jajaran kabinet kerja, pejabat negara, tamu undangan khusus sampai pada ajudan dan pengawal presiden memakai baju adat atau pakaian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Pakaian adat itu dimaksudkan untuk menghormati dan memberi gambaran kebhinekaan Indonesia. Kita terdiri dari beragam suku dan budaya yang berbeda, namun tetap satu dalam rasa keindonesiaan dan semangat NKRI.
Penggunaan baju adat yang pernah dilakukan pada acara-acara resmi kenegaraan umumnya bersifat "Indoor" (dalam ruang). Namun kali ini justru dilakukan dalam upacara penting seperti HUT Proklamasi RI di Istana Negara yang bersifat "Out Door". Hal yang menarik lainnya yakni adanya "pemilihan pemakai busana adat menarik" para peserta upacara. Hadiahnya sepeda langsung diterima si pemenang. Maka ketika Menteri Hukum dan HAM Yasoana Laoly sebagai salah satu pemakai busana adat terbaik "mau tak mau" sosok petinggi itu menenteng sepeda hadiah langsung dari Presiden Jokowi-yang disaksikan para petinggi negeri ini.
Pemakaian busana adat daerah dan Pemberian hadiah itu sendiri tidak mengurangi "kesakralan" peringatan HUT Proklamasi tersebut.
Baju Adat dan Gaya Kepemimpinan Jokowi
Pemakaian busana adat di acara resmi kenegaraan tak lepas dari gaya kepemimpinan Jokowi saat ini. Beliau menaruh perhatian yang besar pada pembangunan daerah, khususnya daerah luar pulau Jawa. Di sejumlah kunjungan resmi kepresidenan di daerah, Jokowi tak segan memakai pakaian khas daerah setempat. Hal ini tentu mendapat apresiasi yang besar dari masyarakat daerah yang dikunjungi. Kehadiran Jokowi sebagai orang nomor satu di negeri ini membuat masyarakat setempat merasa sangat dihormati oleh pemimpin negaranya. Mereka bisa merasakan bagian dari negara Indonesia.
Secara kasad mata, pakaian adat itu memiliki pernak-pernik yang beraneka rupa warna dan gaya. Seringkali dianggap tidak praktis atau cukup merepotkan bila dibandingkan pakaian resmi modern seperti jas, safari, kemeja putih atau kaos. Namun bagi Jokowi, segala kerepotan itu tak menghalanginya untuk meraih hati rakyatnya di daerah.
Penggunaan baju adat merupakan anomali politik seorang Jokowi. Disatu sisi konsep kepemimpinannya adalah "kerja, kerja, kerja" menuntut gerak lincah dan waktu yang cepat. Dalam konteks tersebut, Jokowi seringkali menggunakan baju (dan sepatu) kasual-tidak bikin repot. Baju putih longgar "tidak dimasukkan" dengan lengan digulung jadi ciri khas dirinya. Ditambah sepatu kets ala anak muda. Tampilannya sangat tidak formal layaknya seorang presiden yang sebelumnya sering kita lihat.
Di sisi lain, Jokowi "doyan" berbusana adat daerah yang penuh "printal-printil atau pernak-pernik yang nota bene "merepotkan atau tidak praktis". Busana ini memang tidak digunakan untuk meninjau proyek, namun dari aspek cara berpikirnya ; Jokowi merupakan anomali tersendiri. Di satu sisi dia "sangat lincah dan inginnya praktis dan cepat" namun sisi lain dia berpikir untuk patuh pada gerakan tubuh yang serba penuh aturan dan penyesuaian antara tubuh dan pakaian adat setempat. Dalam semangat cepat dan kepraktisannya sebagai representasi modernitas, Jokowi tak melupakan spirit nilai setempat yang jauh dari frasa "kepraktisan dan cepat". Cara berpikir "praktis dan cepat" demi pencapaian target kerja justru tak membuat Jokowi larut dan tak meniadakan konteks tradisionalitas. Cara berpikir seperti ini tidak mudah. Dalam satuan waktu bertindak sebagai Teknokrat sekaligus Budayawan ; efesien dan taktis sekaligus indah dan membangun kebersamaan.
Penerimaa Politisasi Baju Adat
Para politisi atau pemimpin rakyat seringkali dituntut untuk mampu jadi apa saja sesuai tempat singgah-layaknya bunglon. Secara harfiah, mereka bisa berganti-ganti baju dari modern ke tradisional atau sebaliknya. Namun tak semua politisi atau pemimpin nasional mampu menghadirkan gestur tubuh dan aura sesuai nilai-nilai baju yang dipakai. Hal itu bisa dilihat dari cara dan antusiasme penerimaan masyarakatnya.
Seorang Jokowi merupakan salah satu dari sedikit pemimpin yang bisa diterima masyarakat tradisionalnya-dari berbagai daerah. Sikap dan sifat Jokowi dalam wujud gestur atau bahasa tubuh yang rendah hati membuatnya bisa menjadi bagian masyarakat tradisional di berbagai wilayah.