Nama Jokowi-Presiden RI-kini bagai sang Primadona bagi sebagian kelompok politis. Sebagian kelompok lagi menganggap sebaliknya. Kelompok terakhit ini diposisikan sebagai lawan politik Jokowi. Uniknya dalam dunia persaingan politis, tokoh yang dianggap "bukan primadona" justru secara tidak disadari menempatkannya pada posisi "Primadona".
Dalam kamus Kbbi, Primadona diartikan dengan perumpamaan sebagai berikut ; " 1 penyanyi wanita yang pertama atau utama dalam pertunjukan opera; 2 sripanggung; 3 ki gadis (wanita) yang paling cantik, disukai, dikagumi, dan sebagainya di lingkungannya; 4 ki yang paling utama, penting, dan sebagainya. Dari pengertian itu, Jokowi laksana "gadis cantik dan sosok utama atau dianggap tokoh penting di suatu lingkungan.
Primadona dan Ketaksempurnaan
Realitas Jokowi sebagai "insan politis" di lingkungan politis menempatkannya sebagai Primadona dan "Primadona". Sebagai Primadona, Jokowi lah "Sripanggung" yang disukai dan dikagumi, namun disisi lain dia pun menjadi tokoh sangat penting bagi para lawan politiknya. Artinya, Jokowi tetap menjadi "Primadona" bagi lawan politiknya.
Dalam dokrin kelompok oposisi atau lawan politik, bila Primadona berprestasi bagus maka tak perlu dipuji. Prestasi itu dianggap dianggap sesuatu yang seharusnya dilakukan seorang primadona. Sebaliknya, fokus perhatian mereka adalah mencari celah kekurangan si Primadona untuk disuarakan secara lantang atas nama kritik. Sedikit saja si Primadona atau sang Sripanggung salah gerak atau salah kostum maka celaan (kritik) akan tertuai dari para lawan politik.
Dalam konteks "primadona" di dalam entitas lawan politiknya, Jokowi adalah Sripanggung yang harus diturunkan dari panggung. Secara konstitusional, cara menurunkannya adalah menunggu satu sesi pagelaran usai untuk kemudian diganti oleh primadona besutan entitas politik tersebut berikut irama gendang yang menyertainya. Sebagus apapun penampilan Sripanggung Jokowi, dia harus tumbang atau turun panggung berikut irama gendangnya. Harus diupayakan panggung bukan lagi milik Jokowi pada sesi berikutnya (Pilpres 2019).
Untuk menumbangkan Jokowi sang Sripanggung dapat dilakukan dengan beragam cara. Aspek kemajuan teknologi, mindset rakyat, aspek geopolitik-cultural-religi, dan lain-lain dikemas dalam suatu konstelasi alam demokrasi terkini. Salah satu cara klasik yang dilakukan adalah secara terus menerus menciptakan irama-nada artifisial yang sumbang di sekitar panggung sehingga penampilan Jokowi sang Sripanggung terlihat tak seelok aslinya di mata publik penikmat (rakyat). Kaum lawan politik sengaja menciptakan bias atau distorsi suara dan gerak asli yang dihidangkan ke mata dan telinga publik penikmat ketika sedang fokus ke arah panggung Primadona. Kalau perlu, perhatian publik beralih ke sumber gendang sumbang tadi dan menganggapkan sebagai keindahan baru yang lebih baik dan nikmat daripada aksi panggung yang sedang berjalan. Kalau perlu, publik segera meninggalkan sang Sripanggung.
Spirit Gerak Sripanggung
Jokowi bukan sosok Sripanggung yang sempurna yang mampu memenuhi kepuasan mata dan telinga publik yang bersifat relatif. Setting hasrat publik tak sama satu dengan yang lain. Pada situasi inilah ketaksempurnaan Jokowi bisa mengalami titik kritis. Salah gendang dari para pembantunya maka ketaksempurnaan itu menjadi petaka Jokowi. Maka dia pun akan ditinggalkan para penikmatnya.
Spirit awal yang jadi modal diri Jokowi di panggung adalah terus bergerak ; kerja-kerja dan kerja seringkali tak perdulikan suara sumbang yang bergema dibawah panggung oleh lawan politiknya. Ini adalah realitas politik seorang Jokowi. Dalam konsentrasi geraknya tersebut, beliau bukan tak mendengar suara sumbang di luar panggung namun dia tak perduli karena paham bahwa publik telah lama merindukan aksi gerak yang nyata, bukan semata berdiam mendengar suara merdu yang sebelumnya dialami publik begitu lama.
Dengan spirit gerak itu Jokowi mengajak publik untuk turut bergerak bersama dirinya. Ada arus konduksi Jokowi yang bergerak dipanggung terhadap publik yang telah lama diam. Sebagai Primadona, Jokowi menciptakan publik secara luas turut bergerak dalam irama yang dia pimpin. Gerak Jokowi dilakukan secara total di seluruh tanah air secara merata. Daerah diluar pulau Jawa mendapatkan porsi pembangunan infrastruktur sangat besar. Pulau Jawa tak lagi jadi sentral pembangunan seperti yang dilakukan sejumlah era pemerintahan sebelumnya. Dengan terus bergerak, Jokowi ingin publik larut dalam totalitas gerak. Dengan begitu suara-suara artifisial yang sumbang tak lagi mampu menghalangi konduktifitas gerak total publik untuk menjadi bangsa primadona di entitas panggung dunia.