Kabar OTT oleh KPK (Selasa,20/6/2017) terhadap istri Gubernur Propinsi Bengkulu, Ibu Lily Martiani Maddari dan beberapa orang kontraktor dan dugaan keterlibatan suaminya Ridwan Mukti (Gubernur Bengkulu), bikin jagat berita korupsi jadi ramai lagi. Belum lama hal serupa terjadi yang melibatkan pihak pimpinan legislatif daerah dan seorang kepala SKPD Kabupaten Mojokerto. Padahal saat ini keberadaan KPK sedang 'dibidik untuk dilemahkan' oleh sejumlah politisi Senayan lewat pembentukan Pansus KPK di DPR RI.
Kalau melihat gebrakan KPK kali ini perlu diberi apresiasi yang tinggi. Lembaga ini tak gentar pada "ancaman" politisi Senayan yang akan "mengeroyoknya". Lembaga KPK memberantas korupsi adalah mewakili keinginan rakyat sesungguhnya bila dibandingkan gerakan sejumlah politisi Senayan yang berstatus resmi sebagai 'wakil rakyat'.
Satu hal yang tak bisa dianggap main-main adalah operasi OTT KPK tak melulu dilakukan terhadap pejabat di tingkat pusat saja seperti yang sering dilakukanya selama ini. Kini KPK sudah merambah ke daerah setingkat provinsi dan kabupaten. Ini peringatan keras kepada para penyelenggara negara di provinsi dan kabupaten bahwa mereka tidak bisa semena-mena memainkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Gebrakan KPK di daerah Bengkulu kali ini mempertegas betapa realitas korupsi di tingkat daerah tak beda dengan di pusat. Proyek pembangunan di daerah menjadi godaan tersendiri bagi kepala daerah yang bertanggung jawab di wilayahnya. Dana proyek yang besar dan kewenangan kepala daerah menjadi dua sisi yang saling terkait. Bila kepala daerah itu tidak tahan godaan berpotensi melakukan korupsi proyek pembangunan di wilayahnya. Godaan itu seringkali datang diluar pribadi si kepala daerah, melainkan lingkungan keluarga (istri/anak/kerabat), kelompok politik (partai), ormas, satuan kerja, relasi bisnis dan lain sebagainya.
Di sisi lain, kini eksistensi KPK memang telah jadi sebuah kebutuhan rakyat, bangsa dan negara ini dalam mengawal pembangunan. Dana proyek pembangunan yang besar yang seharusnya untuk kepentingan rakyat bisa diselamatkan, dan Si Koruptor ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Berbeda dengan di OTT pejabat di Pusat pada umumnya, korupsi di daerah seringkali melibatkan keluarga kepala daerah, baik itu istri, anak, menantu dan kerabat dekat sebagai pelaksana proyek, calo proyek atau operator penerimaan uang fee dari "kebijakan" suami sebagai pimpinan daerah. Adanya keterlibatan pihak keluarga dalam "main proyek" daerah bukan rahasia umum lagi di bagi masyarakat daerah terkait. Hal seperti itu sering dibicarakan publik di pasar, warung kopi, tempat kongkow dan lain-lain, dan jadi bahan gosip warga yang sungguh menarik untuk disimak.
Kondisi kehidupan sosial kemasyarakatan di daerah memang spesifik. Bisa dibaratkan "sendok jatuh pun akan kedengaran" apalagi bila sendok itu milik orang terkenal di daerah itu. Dalam realitasnya, situasi seperti itu memungkinkan "permainan" pejabat jadi bocoran (gosip) yang berkeliaran dari mulut ke mulut warga tanpa warga bisa berbuat apa-apa.
Gosip bukan pegangan/landasan hukum positif, tetapi gosip bisa dijadikan langkah awal untuk memantau/penyelidikan. Sungguh tepat bila sayap KPK diperlebar dan dikuatkan hingga ke daerah, bukannya justru dikerdilkan lewat pansus yang bertendensi hanya untuk kepentingan segelintir elit politik.
Kejadian OTT di daerah Bengkulu pada istri gubernur Bengkulu dan dugaan keterlibatan suaminya sebagai gubernur aktif bisa menjadi penegasan eksitensi KPK dalam penegakan hukum, dan menjadi suatu kebutuhan rakyat untuk menjaga penyelenggaraan negara di daerah secara bersih. Ini jadi pembelajaran bagi semua pimpinan (penyelenggara negara) seluruh daerah untuk tidak main-main dengan dana proyek pembangunan di wilayah yang dipimpinnya.
Selamat untuk KPK. Mari kita dukung terus keberadaan KPK di negeri ini.
Salam