Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Banjir Jakarta Bukan Salah Ahok tapi Mukidi?

Diperbarui: 28 Agustus 2016   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Wajah Mukidi Tertawa II sumber gambar ; http://www.netralnews.com/foto/l/34984155837-tertawa_mukidi.jpg"][/caption]

Jakarta banjir lagi!
Tidak ada yang aneh. Sudah biasa, dari dulu langganan banjir. Kenapa Jakarta mau jadi Langganan?

Langganan biasanya dapat perlakuan khusus. Diberikan diskon. Pesanan diantar sampai ke tempat, dan kalau tidak puas bisa protes dan minta ganti rugi. Selain itu ada pengumpulan poin yang bisa ditukar dengan produk sejenis yakni tambahan banjir.

Jakarta Langganan banjir, umumnya disebabkan adanya hunian di sekitar tepi sungai dan saluran air. Peruntukan alami sungai dan saluran sejatinya untuk mengalirkan air curah hujan namun justru dijadikan hunian. Kali dan saluran tadinya lebar jadi sempit. Belum lagi banyaknya sampah menjadikannya dangkal dan menghambat laju aliran air

Para menghuni tepian sungai dan saluran tak bekerja sendiri, ada aparat pemerintah yang harusnya mencegah atau melarang namun justru 'mengijinkan' dan melakukan pembiaran hunian tumbuh dan berkembang di bantaran sungai dan saluran air.

Tentunya semua itu terjadi karena ada simbiosis mutualisme diantara mereka. Akibatnya Jakarta pun jadi pelanggan banjir sebagai hasil usaha bersama. Sebagai pelanggan lama, Jakarta tidak mau sedikitpun merasa dirugikan. Jakarta ingin selalu mendapatkan hak-haknya. Hal ini wajar saja sebagai wujud 'timbal balik usaha bersama' tadi.

Saat kiriman banjir datang, masyarakat tak lupa mencari sosok yang dianggap bertanggungjawab dibalik kiriman banjir yang mereka terima. Dia adalah Mukidi. Kenapa Mukidi? Karena Mukidi kini menjadi sosok tenar melebihi gubernur Ahok.

Bersama Mukidi, kini Jakarta-khususnya penghuni sekitar permukiman sungai dan saluran air-menikmati banjir dengan cara yang khas. Mereka tak mau disalahkan atas ketidakpuasan kiriman banjir. Akan lebih tepat menuding Mukidi karena dia sudah biasa berbuat salah dan melakukan hal konyol. Hebatnya Mukidi menerima semua itu dengan hati senang dan penuh penghiburan. Mukidi mampu menjadi pemersatu semua kalangan kedalam satu gelak tawa pelanggan banjir yang tak pernah merasa bersalah

--------

28/08/2016

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline