[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://statik.tempo.co/data/2012/08/17/id_135829/135829_620.jpg"][/caption]
Kukira, sudah sekian tahun Arcandra Tahar tak ikut upacara bendera. Sejak dilantunkannya lagu Star Spangled Banner dan diterimanya bendera The Stars and Stripes, sebuah bendera yang bertaburkan 50 bintang dengan latar biru, dan terdiri dari 13 garis horizontal berwarna merah selang-seling warna putih. Lagu san bendara itu adalah milik Amerika, yang kemudian menjadi milik Arcandra Tahar karena dia telah menjadi bagian dari negara itu.
Mungkin saat pertama menerima bendera atau menyanyikan lagu itu Arcandara sedikit gugup. Agak terbata-bata. Tidak fokus. Bukan karena dia tak menguasai bahasa Inggris Amerika. Bukan pula dia lupa. Tapi melihat motif bendera itu ada unsur warna merah dan putih, terbersit ingatannya pada bendera merah putih. Warna bendera itu pernah lama jadi kacu yang melilit lehernya kala berseragam pramuka di masa Sekolah Dasar hingga SMA. Ingatan itu mungkin berisi mozaik banyak peristiwa, mulai dari upacara hari riap hari Senin, menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama teman dan guru, kegiatan baris berbaris, berkemah dan banyak lagi. Setiap peristiwa membawa roh dan sensasi yang tertanam dalam batin.
Saya tidak berani mengira terlalu dalam lagi apakah dibenak Arcandra juga muncul hamparan mozaik peristiwa saat pertama jadi mahasiswa ITB tahun 1989. Pada saat itu 5 Agustus 1989 ada peristiwa besar. Kampus kedatangan Menteri Dalam Negeri Jenderal Rudini ke kampus ITB untuk memberikan Penataran P4 kepada Mahasiawa angkatan 89.
Kawan-kawan anda khususnya senior (kakak kelas) menolak keras, dan mereka melakukan demonstrasi besar-besaran di lapangan basket depan studen center. Ada pembakaran ban, pelemparan telur ke Jenderal Rudini dan upaya mengusirnya. Akibatnya, lima orang senior (kakak kelas) dipecat dari ITB dan masuk penjara. Ah, peristiwa ini mungkin tak perlu diingat, bukan? Tapi Penataran P4-nya tentu tak bisa dilupakan sepenuhnya.
Peristiwa itu adalah ungkapan jiwa idealis, sebuah 'project' menentang ketimpangan, yakni hegemoni negara atas rakyat. Peristiwa itu adalah bagian dari kultum-kultum idealisme muda demi Indonesia yang lebih baik.
Namun setelah sekian tahun berselang, bendera merah putih terlalu sederhana bila diperhatikan. Penataran P4, dan upacara bendera mungkin bukanlah kegiatan yang menarik untuk diingat. Bendera Star Spangled Banner jauh lebih menarik. Bisa indah bila ditempel di dinding. Aura teknologi kegiatan pengeboran minyak jauh lebih menari dan mampu meredam ingatan pada Penataran P4 dan upacara pengibaran bendera Merah-Putih.
Lama tak upacara bendera tentu ada rasa rindu terlibat di dalamnya. Merasakan sensasi tak terlukiskan yang tak pernah di dapatkan selama menjadi manusia diaspora. Manusia kelas dunia yang jauh meteranya dari tanah air. Kesmpatan itu hilang ketika ambisi menjadi manusia diaspora yang prestisius di mata dunia Internasional.
[caption caption="Sumber Gambar ; https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/08/15/trio-2-57b0aa6979937336190d8184-57b0b19a5c7b61cb0c66e508.jpg?t=o&v=700"]
[/caption]
Kemarin, sejak 20 hari lalu kesempatan untuk ikut upacara bendera terbuka lebar! Sebuah kesempatan langka yang dimpikan banyak anak negeri ini. Berada di deretan terhormat di lingkungan Istana Negara. Sembari mengenang kembali semua peristiwa heroik masa muda kala lagu-lagu perjuangan dinyanyikan secara aubade. Membawamu masuk kedalam ruang benak untuk mengumpulkan sebaran mozaik indah penuh makna tentang Merah Putih. Ternyata tak sesederhana bentuknya!
Tapi ternyata hari ini kesempatan itu hilang sama sekali!