Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Renungan dari Ruang ICCU

Diperbarui: 7 Mei 2016   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://3.bp.blogspot.com/-NimstUX_BoI/Up5-vnNGTrI/AAAAAAAAAZM/Mho9SHlUllo/s1600/Interpretasi+EKG0.jpg"][/caption]

Aku terdiam menatap grafik layar monitor. Turun naik seperti lidah gergaji. Pucuknya tajam seperti tombak. Siap menghunus. Tanpa perduli hembusan udara artifisial dingin yang coba menengahi.

Bagai terdengar detak jam berbicara. Tanpa kata. Tapi di setiap spasinya banyak frasa berterbangan. Dari benak singgah ke benak. Dari mata singgah ke mata. Mereka berbicara lewat hati dan nyali. Bercampur isak tangis tertahan. Berlomba dengan litani doa.

Disini waktu sangat berharga. Setiap orang dihanyutkan detak-detak. Menghitung butiran waktu. Tentang hidup dan misteri dunia setelahnya. Walau mereka sendiri tak sepenuhnya mengerti setiap makna, yang kadang tiba-tiba muncul.

Inilah ruang maha fana. Tempat mesin, untaian kabel dan selang bekerja tanpa jeda. Berpacu di tipisnya batas antara tubuh rupawan dan jasad. Tempat setiap tarikan nafas terjepit tenaga redup.

Inilah ruang menuju kematian yang tak pernah mau mengakui dirinya. Kami tak pernah ingin mati..! Pahamilah, tak seorangpun ingin berada di sini.

Inilah ruang jeda di perjalanan manusia. Tempat hati dan pikiran harus belajar arti dan dimensi hidup yang sedang dinikmati. Apakah menurut deret hitung, atau cuma deret ukur si Tuan Untung?
Setiap orang punya banyak jawaban. Tapi catatan hanya ada satu.

Inilah simpul hidup yang sering terlupakan.

-----
Pebrianov07/05/2016




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline