[caption caption="Ilustrasi: instructables.com"][/caption]
Tadi ketika saya mengadakan kunjungan kerja lapangan ke Tour of Java bersama mantri dan gubernur, secara non formal sejumlah tokoh masyarakat menanyakan satu issue besar yang berkembang di Kompasiana. Sebelumnya, berdasarkan pengamatan dan sumber informasi terpercaya saya dapatkan bahwa memang telah terjadi Error di Kompasiana.
Saya sungguh prihatin atas kondisi Kompasiana tersebut. Error itu menjadikan semua orang susah resah dan gelisah, khususnya kaum rakyat kecil.
Banyak keluhan rakyat kecil yang masuk di nomor saya. Mpok Mike Reyssent penjual jamu kuat dan sari rapet dari Tangerang terpaksa harus turun naik gunung untuk onlaen. Pak Mawalu pengerajin login darl Jarkatah sampai kehabisan bahsan dasar Login. Pak Jati tukang parkir di dusun Pasar Kembang Yogyakarta terpaksa harus jual celananya untuk menengok Kompasiana. Pak Susy Heryawan pengerajin arak dari Jawa Tengah terpaksa harus puasa mabok. Pak Fadli Zontor pengerajin korek kuping terpaksa harus ngupil sampai berdarah-darah. Pak Gatot Swandito, pengerajin Chaca, terpaksa harus menggadaikan batiknya untuk mendapatkan pulsa. Anhuz tukang kompor tradisional dari Sleman terpaksa gulung tikar. Herry Fukebo pengerajin roti Croot dari dusun Kenthir berselisih paham dengan tetangga dekatnya Adhieyasa pengerajin sawit karena memperebutkan pepesan Error di Kompasiana. Sampai-sampai gubernur Kong Ragile turun beruk...maaf maksud saya turun tangan ke beruk. Barusan saja saya dapat wesel bahwa mpok Cintawp dan Diajeng Nudia juga mengalami hal yang sama. Konon Diajeng Nudia sangat bersedih hati.
Apa yang saya sampaikan tadi hanya sejumlah contoh nyata dari sekian banyak laporan yang masuk. Kalau dideretkan akan sangat panjang. Lebih panjang dari terong terpanjang. Namun tentu saja tidak bisa saya sampaikan semua karena keterbatasan celana.
[caption caption="Ilustrasi II sumber gambar ; http://assets-a1.kompasiana.com/items/album/2015/11/10/eror-56417497ef927302048b4567.jpg?t=o&v=1200"]
[/caption]
Kenapa itu semua bisa terjadi? Tentu saja karena Error, yakni sebuah endemik yang tiba-tiba hadir di Kompasiana.
Saya selaku pimpinan celana tertinggi sekaligus lelaki Pemalu dan pakar Prihatin sangat prihatin dengan kondisi ini. Error menjadikan rakyat kecil susah resah dan gelisah. Makan tak nyenyak, minum tak lapar, ML tak tuntas, pipis tak mancrit, dan menulis tak sampai berdiri. Lebih parah lagi Error itu membuat perpecahan di kalangan rakyat kecil. Sekali lagi saya katakan ; Saya prihatin. Saya prihatin! Dalam kondisi seperti ini saya bukan lagi Pebrianov, tetapi Prihatin.
Error di Kompasiana di satu sisi merupakan keniscayaan. Sementara di sisi lain, adanya tuntutan kesempurnaan yang 'tak mengenal' Konsep Error. Didalam dua sisi itulah kita sebagai pribadi yang besar Anune dituntut untuk bersikap dewasa. Tempaan perjalanan panjang di Kompasiana seharusnya membuat kita bisa Nganu pada Error. Tentu saja Nganu dalam posisi klasik, bukan justru terhanyut Error.
Kompasiana sebagai wujud terbangun dari beragam komponen yang saling berinteraksi dengan intensitas tinggi maka error jadi sebuah keniscayaan. Ada gesekan antar komponen yang jenuh, lelah, aus, patah, dan lain sebagainya. Namun demikian, bukan berarti kita semua menjadikan kondisi Error itu langkah mundur yang dapat menghancurkan wujud terbangun milik bersama.
Saya himbau kepada semua jajaran Kompasianer dan admin, teknisi, tukang kompor, tukang provokasi, tukang parkir, satpan kantor, penjual nomor togel, dan segenap pecinta Kompasiana di untuk menjaga suasana agar tetap kondusif. Error Kompasiana boleh saja terjadi tanpa bisa kita cegah namun hendaknya minumnya tetap teh botol Sosor.