Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Ketika Pilihan Politik Ahok Melahirkan Demokrasi Unik...

Diperbarui: 18 Maret 2016   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Kesetaraab, sumber gambar: 1.bp.blogspot.com/-rGhbFwhS9y0/VDU--keB7AI/AAAAAAAAAFQ/1JaW_3pLET8/s1600/Obrolan-Masalah-Politik-Indonesia.jpg"][/caption]Pemberitaan dan perdebatan soal Pilgub DKI semakin hangat. Berbagai sudut pandang yang pro dan kontra dikemukakan publik, khususnya di media sosial dan berita. Saking panasnya perdebatan itu seolah-olah "peperangan" antarkubu peserta Pilgub telah dimulai. Padahal, recara resmi jadwal Pilgub belum dimulai. Itu berarti belum ada peserta yang sah, baik parpol dan individu peserta.

Uniknya, debat itu hanya berpusat pada sosok Ahok. Hanya ada dua kelompok debat, yakni pro dan kontra Ahok. Bukan pada sosok-sosok individu dan parpol lain yang akan jadi peserta Pilgub. Suara publik hanya terbagi dua, padahal nama-nama yang beredar di publik bukan hanya satu.

Bagi para calon peserta lain selain Ahok, kondisi ini menguntungkan. Mereka "terbantu" publik yang kontra Ahok. Para parpol dan tokoh itu tak perlu berkeringat banyak untuk melemahkan Ahok karena telah dilemahkan sebagian publik. Jadi, ketika kelak Pilgub resmi dimulai, yang mereka hadapi adalah Ahok dengan tenaga sisa. Sementara tenaga mereka masih segar bugar!

Sementara di sisi lain, publik yang kontra Ahok merupakan publik yang tidak jelas warna baju politiknya. Kepada tokoh dan parpol mana sebenarnya mereka memberikan dukungan dari sekian jumlah nama tokoh dan parpol bakal petarung Pilgub DKI2017.

Dikotomi dan Entitas

Publik kontra Ahok ini seolah merupakan sebuah entitas yang satu. Di sisi lain ada entitas lain, yakni publik Pro Ahok. Akhirnya yang tercipta adalah Dikotomi dalam proses Pilgub DKI2017, yakni Pro dan Kontra Ahok.

Dikotomi itu jadi sangat unik karena perhelatan Pilgub DKI secara resmi belum dimulai. Demokrasi dalam pilgub DKI pun jadi unik. Keunikan itu makin kuat terlihat ketika dikotomi memuat entitas yang melibatkan orang-orang yang secara administratif berada di luar DKI Jakarta.

Kondisi dikotomi itu bisa memunculkan banyak pertanyaan dan jawaban. Masing-masing berdasarkan sudut pandang baik obyektif dan subyektif yang bukan tidak mungkin merupakan turunan dikotomi itu sendiri.

Melahirkan Kesetaraan? 

Dalam politik, hak dan kewajiban setiap orang menganut prinsip kesetaraan yang diatur undang-undang. Lalu, apakah kondisi dikotomi yang unik itu telah sesuai prinsip kesetaraan?

Kalau melihat hak berpendapat, bisa jadi terdapat kesetaraan karena setiap orang telah mendapatkan ruang untuk berpendapat. Si A menyatakan bahwa Tokoh X menjadi pilihannya. Si B menyatakan Tokoh Y jadi pilihannya. Masing-masing Si A dan Si B punya argumentasi/pendapat yang mendasari pilihannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline