Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Melihat ‘Keberpihakan’ Kompasiana Secara Jernih

Diperbarui: 7 Maret 2016   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi mata, sumber gambar ; 3.bp.blogspot.com"][/caption]

Kompasiana hadir bagi manusia pencerdas di kekinian. Ia merupakan sebuah wadah setiap orang untuk menjadi saksi kemajuan zaman. Sebagai saksi, setiap orang berpacu dengan waktu mengejar aktualitas-sebuah agama baru manusia kekinian.

Diwadah itu, setiap orang boleh menjadi pelaku, pengamat dan penerawang yang menyatakan dirinya secara lantang. Membawa setiap bekal yang dimiliki untuk berbagi. Disitulah emblem maya sebagai manusia pencerdas tersemat.

Pintu Kompasiana terbuka 24 jam bagi semua orang yang berkenan kepadanya. Masuk dan keluar sekehendak hati, tanpa jeda hari dan tanpa janji berkunci. Karena bagi Kompasiana, setiap orang adalah mahluk unik ; Permilik diri sendiri yang absolut. Pengayuh enzim-enzim diri yang beraneka rasa. Mereka dipersilahkan mengambil posisi pandangnya sesuka hati dan menghidangkannya di Kompasiana, lemudian jadilah perjamuan komunal milik semua orang. Tercipta riuh-rendah dan juga kontemplasi di keramaian. Tahukah kau, pada momentum itu Kompasiana tak sedikitpun menutup pintunya !

[caption caption="ilustrasi Jendela, sumber gambar :https://nafiul.files.wordpress.com/2013/09/glass-security.jpg?w=604&h=516"]

[/caption]

Kompasiana tak pernah membatasi aspirasi, cita-cita dan mungkin hasrat tersembunyi setiap orang, karena mempunyai banyak jendela untuk setiap orang melihat dunia yang dipilihnya. Kau bisa membuka jendela gaya hidup, sembari menghirup aroma politik dari seduhan humaniora di depan layar terkini, atau bahkan dari ruang masa lalu mu. Adakah kemudian hadir segaris lukamu di situ? Atau berjuta suka cita tersembur dari olah kata para Kompasianer? Diamlah kau sejenak. Renungkan. Setelah itu bersuaralah seperti mereka. Jadilah seniman pencipta keindahan di setiap kata dan jendela yang telah kau pilih.

Dan tahukah kau? Kompasiana berbuka diri untukmu. Untuk lukamu. Untuk sukacitamu.
Apalagi? Berharap ada kesembuhan, atau viralitas sukacitamu kah?
Semua itu, dirimulah yang menentukan, Kawan !

Pada saat seperti itu, Kompasiana menjadi Ibu bagi suka dan dukamu. Ya, Ibu bagi hasratmu yang membuncah oleh sepak terjang ragam kata berkilau, atau tajam menusuk dari jendela yang kau longok itu.

Kompasiana selalu menjadi Ibu yang tabah bagi rangkaian kata yang kau punya. Dengan sabar dia menemanimu, hingga kau terlelap.

Maka ketika kau tergagap oleh satu warna masif membumbung membentuk menara hegemoni, kemudian menyilaukan lensa matamu di jendela yang kau pilih...janganlah mengeluh. Janganlah kau mencaci....Janganlah kau bersaksi dusta dibalik hasratmu yang terluka. Atau atas nama ambisimu yang terjepit hegemoni itu.

Ingatlah bahwa kau sedang berada di mulut jendela terbuka itu, tempat yang kau pilih sendiri dari sejumlah jendela bebas yang tersedia untukmu. Kuatkanlah dirimu di situ. Katakanlah dengan lantang semua keyakinanmu tentang realitas timpang yang kau lihat dari tempat kau bersimpuh. Sampai kau dehidrasi dan mengering seperti daun-daun kemarau. Bukankah kau berkehendak menjadi bagian dari saksi zaman?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline