Negara Indonesia didirikan bersama seluruh daerah dari Sabang sampai Marauke, tapi yang dibangun hanya pulau Jawa. Setelah merdeka, orang daerah cuma jadi penonton setia yang sabar sejak dahulu, Tapi harus sampai kapan?
Sementara segala hasil alam dari daerah diangkut ke pulau Jawa atas nama negara dan 'perintah orang pusat' karena peraturannya memang begitu. Uang bertumpuk di Jakarta dan pulau Jawa. Tidak mengucur ke daerah, paling hanya menetes sedikit atau merembes saja. Maka infrastruktur daerah pun mengalami dehidrasi berat selama bertahun-tahun.
Sejak jaman Orde Baru pejabat dan wakil rakyat didrop dari pusat. Awalnya mereka datang ke daerah untuk bertugas hanya membawa satu koper. Tapi usai jabatan (pensiun) dan kembali ke pusat mereka membawa 'hasil kerja' berkontainer- kontainer lewat kapal.
Inilah Kesempatan Daerah Berbenah
Kini jaman telah berubah. Wakil daerah adalah putra daerah yang punya akar kuat di masyarakatnya. Mereka dipilih langsung karena dikenal dan diketahui track recordnya, diharapkan nantinya bisa memberi kontribusi bagi pembangunan daerah. Kini tidak lagi orang dari pusat 'yang mengaku-ngaku' punya leluhur di daerah sehingga 'mewakili daerah tertentu. Dalil itu sudah basi !
Putra daerah yang kini duduk di DPR RI (pusat) itulah yang melihat, mendengar dan merasakan langsung apa yang dibutuhkan masyarakat di daerahnya. Mereka tahu betul keluarga besar, tetangga, kerabat, guru masa kecil, dan seluruh masyarakatnya telah lama merintih. Kepada sang Wakil inilah mereka berharap banyak melakukan perubahan. Masyarakat daerah tak butuh wakilnya itu pintar bicara dan saban waktu tampil necis di acara talk show televisii nasional untuk ngecap' sampai mulut berbuih-buih tanpa aksi nyata. Masyarakat butuh dana yang bisa merubah lingkungan hidupnya lebih berkulitas, sekaligus menghidupkan perekonomian yang lama mati suri akibat buruknya infrastruktur dan timpangnya pembangunan pusat-daerah..
Kekurangan para wakil daerah di DPR RI adalah seringkali 'kalah kuat meloby' elit pusat yang pegang kuasa anggaran. Mereka terlalu lugu, kurang garang, tidak cerdas, dan bahkan kurang licik dibanding orang pusat, sehingga para wakil itu tidak bisa membawa dana yang banyak untuk membangun daerahnya.
Kini dengan adanya Dana Aspirasi DPR sejatinya bisa dijadikan jalan cepat memperbaiki infrastruktur daerah.
Sesat Pikir Orang 'Pintar' di Pusat
Polemik ide Dana Aspirasi 20M telah menempatkan anggota DPR pada stigma miring; 'perampok' uang rakyat, manusia tak punya hati nurani dan lain sebagainya. Terbayang oleh publik ; si Anggota DPR menenteng duit negara sebanyak itu untuk 'keperluan pribadinya'. Tuduhan ini didasari rasa sentimen berlebihan karena selama ini anggota DPR tidak becus bertugas dan tak etis berpolah.
Segala argumentasi 'pintar' dikemukakan para orang 'keminter' tapi mereka meniadakan realitas di banyak belahan wilayah di negara ini. Istilah uniknya ; 'MMang dasar orang ! Punya mata tapi tak pernah melihat-punya telinga tapi tak pernah mendengar. Tapi lagaknya seolah merekalah orang paling pintar dan pemilik negara ini.