[caption id="attachment_379812" align="aligncenter" width="" caption="gambar ; http://cdn1-a.production.liputan6.static6.com/medias/794276/big/055862600_1421136405-Budi-Gunawan-20150113-Johan.jpg"][/caption]
Kisah karier puncak Komjen Budi Gunawan (BG) berakhir bahagia bagi Polri dan BG pribadi, tapi jadi luka+duka publik dan nasib sial Jokowi.
Komjen Budi Gunawan pantas bahagia, walau tak jadi Kapolri, namun jadi Wakapolri pun sudah puncak karier juga. Ibarat tangga dia cuma satu tingkat di bawah level puncak. Namun demikian, di level itu, tidak ada orang lain selain dirinya.
Berbeda misalnya jabatan di perguruan tinggi.Jabatan wakil rektor bukan cuma satu. Ada beberapa wakil rektor yang punya masing-masing bidang khusus, misalnya wakil rektor bidang kemahasiswaan, wakil rektor bidang kerjasama, serta wakil rektor bidang administrasi dan keuangan.
Mungkin terlalu jauh membandingkan Lembaga Polri dengan Perguruan Tinggi, namun perlu diingat bahwa perguruan tinggi hanya sebuah contoh organisasi 'kecil' yang diurus oleh 'beberapa wakil' yang setara. Sementara Polri sebagai organisasi besar dan kompleks 'cuma' diurus satu wakil. Jadi, posisi seorang Wakapolri secara 'de facto' sangat bergengsi. Maka Komjen BG secara pribadi patut berbangga 'terpilih' jadi orang nomor satu di levelnya. Kalau semasa dia jadi Kalemdikpol masih ada kabag-kabag lain yang setara, antara lain Kabareskrim, Baharkam dab Baintelkam.(Lihat sumber).
Kebahagiaan bagi keluarga besar Polri adalah mereka berhasil mempertahankan marwah Polri dari 'serangan' KPK, permainan politik tingkat tinggi dan gempuran opini publik. Mereka sukses melakukannya karena adanya spirit kolegalitas, bangunan kokoh kekompakan seluruh jajaran Polri, dan rasa memiliki harga diri korps.
Bagaimanapun 'buruk'nya figur BG di mata publik, BG tetaplah simbol harga diri Polri yang mereka puja dan agungkan. Sosok BG adalah salah satu contoh pimpimpin Bhayangkara sukses dan layak jadi panutan para jajaran nya makanya dia dibela mati-matian oleh Korps. Ini bukan lagi soal BG sebagai petinggi kala itu 'divonis' bersalah atau tidak bersalah. Bukan soal buruk citra atau cantik citra, tapi soal harga diri atau marwah !
Untuk semua itu, ucapan selamat diberikan kepada lembaga Polri. Mereka telah memenangkan pertempuran masa lalu sekaligus peperangan itu sendiri.
Bagaimana dengan duka Publik?
Publik layak berduka karena saat proses BG dicalonkan jadi Kapolri beberapa waktu lalu telah menyibak banyak kejanggalan, terutama rekam jejak BG berkaitan harta yang dia miliki. Hal itu diperkuat dengan 'gebrakan' KPK sebagai lembaga keadilan yang masih diyakini mampu mewakili hati nurani rakyat untuk memberantas korupsi. Bahkan karena itu pula, Presiden Jokowi 'membatalkan' BG jadi Kapolri.
Saat itu polemik menjadi panas, terbuka, telanjang dan penuh kejutan terbaru dari hari ke hari bagai sinetron akbar yang tertayang massal. Semua itu mengaduk-aduk emosi publik (yang cuma bisa jadi) penonton, bikin marah serta membuat hati rakyat teriris dan luka dalam. Bahwa ternyata setiap kejutan yang muncul berbantah dengan 'logika-logika' tidak logis pihak Polri, misalnya ; proses kepemilikan perusahaan-uang dalam jumlah besar oleh anak BG yang masih abg nyatanya tidak ditindaklanjuti lebih serius.