Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Kalau Tidak Mau Dipanggil Petugas Partai, Keluar!

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda punya akun di Kompasiana? Atau hanya pembaca gelap tanpa akun? Anda harus baca artikel ini.

Dari berita kongres PDIP ke IV di Bali, sang Ketua Umum, ibu Megawati mengeluarkan kanon yang bikin gegap gempita kongres, mass media dan publik. Kanon itu adalah ; "Kalau tidak mau disebut petugas partai, keluar!"

Karena sedang wik-en, ada baiknya kali ini tak membahas politik demi kesehatan urat geli dan urat malu. Biarlah kanon Megawati di PDIP tersebut menuai hasil dengan caranya di publik. Kita cukup mencecapnya sedikit untuk kepentingan pembelajaran berkompasiana.

Setiap tempat atau habitat punya istilah-istilah sendiri sebagai identitas komunitasnya. Hal itu tercipta alamiah atau diciptakan secara sengaja untuk suatu tujuan yang mengikat secara psikologis-batiniah-mentalitas para anggota komunitas.

Setiap penyebutan punya makna dan konsekuensi. Di PDIP, kalau tidak mau disebut petugas partai, maka konsekuensinya si Kader harus keluar !

Kalau di habitat PDIP, para kadernya disebut dan kemudian harus mau menyebutkan diri Petugas Partai. Tak pandang bulu apakah dia anggota partai, pendiri partai, ketua partai, petinggi partai atau presiden sekalipun.

Tidak jelas diketahui apakah penyebutan itu ada dalam AD/ART partai atau hanya spontanitas ketua yang suatu ketika eksistensinya 'kepepet bin kritis' oleh persaingan personal (ketokohan) dalam dinamika internal. Yang jelas, ketika pertama kali penyebutan 'petugas partai' itu muncul, publik heboh, bahkan sebagian kader di internal PDIP bagai tergagap-kaget karena munculnya mendadak. Selain itu di pemahaman publik, frasa ' Petugas' berkonotasi rendah. Sementara secara personal, sebagian orang PDIP punya kedudukan tinggi dan penting di ranah publik secara umum, baik itu bupati, gubernur, menteri bahkan presiden. Oleh publik, mereka dihormati dan dipuja serta dan ditempatka pada posisi psikologis yang tinggi. Ketika kemudian orang-orang penting itu dinyatakan 'hanya petugas' yang berkonotasi rendah dan semacam penghinaan maka muncul lah rasa tidak senah atau tidak terima dari publik.

Namun kini apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, kanon sudah ditembakkan ; Petugas partai sudah dinyatakan.

Seiring berjalannya waktu, publik pun akan terbiasa dan jadi familiar membaca dan mendengar sebutan 'Petugas Partai'. Maka Anda tak perlu ragu atau sungkan bila bertemu mereka di jalan. Panggil saja mereka ; "Hai, Petugas Partai !! Apa kabar?"

Anda jangan takut-takut, kalau sampai mereka tidak mau dipanggil Petugas Partai, mereka harus Keluar !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline