[caption id="attachment_328732" align="aligncenter" width="464" caption="http://indonesiasastra.org/wp-content/uploads/2013/04/pentas-godot-pertama.jpg"][/caption]
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 yang ditandai pemberhentian Prabowo dari militer telah berlalu 16 tahun. Entah mengapa beberapa mantan Jendral petinggi TNI yang masih hidup itu kini baru bersuara lantang. Mereka membuat panggung baru bersebelahan dengan panggung pilpres. Kehadirannya menjadikan pilpres yang sedang hangat ini menjadi panas.
Kedua panggung ini selain berdekatan dan berlangsung paralel, juga saling berkaitan. Keduanya sama-sama menarik. Yang satu tentang masa lalu, sedangkan satunya lagi masa kini. Namun gabungan kedua pertunjukan itu mempengaruhi masa depan bangsa ini. Ada misteri sejarah dan keberlanjutannya, yang walau berbeda gerak namun tak bisa saling meniadakan.
Rakyat dihadapkan dua pertunjukan panggung di lapangan sama: Surat pemberhentian Prabowo dan pilpres. Sungguh hingar-bingar dan kadang bikin bingung. Namun namanya rakyat, bingung adalah makanan sehari-hari, jadi lebih memilih konsisten diam di tempat sambil mengunyah semua informasi sampai muak. Berharap panggung jenderal makin jelas bentuk pertunjukannya dan kemudian pilpres berjalan lancar dan sukses.
[caption id="attachment_328733" align="aligncenter" width="418" caption=""]
[/caption]
Sangat mengherankan, dari tahun 1998 hingga tahun ini barulah semua peristiwa dibalik pemberhentian Prabowo itu terkuak semakin lebar. Hingga Presiden SBY pun menjadi gerah. Pertama, karena beliau kala itu juga menjadi bagian dari para jenderal. Kedua, beberapa rahasia di balik peristiwa pemberhentian Prabowo terkuak justru di penghujung pemerintahannya. Ini mempengaruhi kredibilitas akhir pemerintahannya.
Jadi selama 16 tahun, dengan dilalui pemerintahan SBY, ke mana saja para jenderal itu? Apakah mereka telah bersumpah menunggu Godot? Bahkan ketika SBY berkuasa mereka setia dengan Godot. Namun beberapa orang akhirnya tak mampu bertahan. Justru pemicunya adalah pilpres nan seksi yang berada di sebelah panggung mereka dirikan belakangan.
[caption id="attachment_328734" align="aligncenter" width="545" caption="http://dwikisetiyawan.files.wordpress.com/2011/06/menunggu-godot-samuel-beckett.jpg"]
[/caption]
Menunggu Godot adalah menunggu sesuatu yang tak kunjung datang, dapat diartikan sebuah kesia-siaan atau ketakmuampuan yang amat sangat dalam membaca situasi atau gejala. Singkatnya: menjadi sebuah penantian konyol.
Apa yang para jenderal itu tunggu selama 16 tahun? Harusnya ‘tidak ada’ ketika sumpah seorang tentara tertanam. Menunggu Godot adalah pilihan terbaik di balik peristiwa pemberhentian Prabowo, sambil mengisi masa tua dengan nonton sepak bola dan bermain golf atau memetik bunga di taman bank.
Namun ternyata pilpres 2014 sangat masif, bentuknya seksi. Seolah menjadi sosok Godot yang tampak jelas di depan mata. Maka tak tahanlah mereka untuk lama-lama menunggu. Mereka lupa kata ibu guru jaman dulu: "Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan tapi mulia". Bukankah kemulian itu yang diperlukan dimasa tua?
Tak mau lagi menunggu godot lebih lama, maka bernyanyi dan berjogetlah mereka di panggung sejarah negeri ini. Selamat beraksi jenderal!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H