Lihat ke Halaman Asli

Peb

TERVERIFIKASI

Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Ksatria Berkuda Tersenyum Sumringah Melihat Kuda Gigit Besi

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1411703834617184395

[caption id="attachment_344482" align="aligncenter" width="600" caption=" http://www.jagatreview.com/wp-content/uploads/2011/04/odin-600x486.jpg"][/caption]

Pembahasan RUU Pilkada telah diputuskan. Kitapun kembali ke jaman kuda gigit besi. Jaman dimana wakil kita berkuasa daripada yang diwakilkan. Siapa yang tadi membawa kuda itu? Tentunya si pemilik kuda. Hebatnya para wakil rakyat itu menyadari dengan sungguh-sunggguh telah berbakti kepada seseorang yang penuh ambisi menjadi penguasa negeri ini. Bakti mereka telah dibuktikan tadi malam.

Kembalinya demokrasi ke jaman kuda gigit besi tentu tak lepas dari proses pilpres lalu yang menghasilkan adanya kelompok partai yang kecewa karena kalah dan tak mau menerima kekalahan itu dengan lapang dada. Maka diobrak-abriknya semua sistem demokrasi yang sudah berjalan. Argumentasinya tampak menawan : “Demi kepentingan rakyat”. Sungguh argumentasi basi. Karena siapa yang tak tahu, semua itu tak lebih penuntasan dendam kekalahan pilpres. Sungguh mantap keculasan mereka itu.

Tentu banyak rakyat yang kecewa, amuk kelompok kalah itu telah merampas hak rakyat dalam pemilihan langsung pemimpin di wilayahnya. Tapi apa mau dikata, ksatria berkuda telah dengan lihai menjadikan jaman kuda gigit besi kembali menjadi bagian kehidupan demokrasi dan politik negeri ini. Terlihat dari kejauhan secara jelas senyum kesatria kuda yang merasa menang. Baginya semua telah berjalan dengan sempurna sesuai rencana.

Tak perlulah lama-lama kita bersedih dan kecewa. Karena bikin energi terkuras percuma. Apapun rasanya menggigit besi haruslah dijalani. Tinggal kita semua dengan sungguh-sungguh memantau para wakil rakyat di daerah itu bekerja walau rasa pesimistis sangat kentara di dada, mengingat bahwa mereka itu akan lebih condong menjadi wakil kepentingan partai dan kelompoknya dibandingkan wakil rakyat.

Menerima dahulu semua keputusan mungkin lebih baik, sambil melihat proses yang mereka jalani. Kalau kemudian ternyata mereka lebih memilih menjadi budak kepentingan kelompoknya di daerah. Maka di saat itulah perlawanan rakyat harus dilakukan secara masif. Bagaimana caranya? Rakyat punya kuasa dan kekuatan yang maha dahysat. Lihat saja nanti.

Salam

[caption id="attachment_344483" align="aligncenter" width="565" caption="http://pontianak.tribunnews.com/foto/bank/images/Kuda-1.jpg"]

14117039121035578740

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline