[caption id="attachment_367106" align="aligncenter" width="465" caption="gambar : http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/bambang-widjojanto"][/caption]
Saat BW ditetapkan Tersangka oleh Polri, hukum bagai setengah telanjang. Sebagian kebenaran telah dibuka dan sebagian lagi masih terbungkus rapi.
Secara de facto, BW dimata masyarakat adalah orang baik yang mengerti hukum dan tak mungkin melanggarnya. Kemudian dia dikukuhkan oleh jabatannya sebagai pejabat KPK, lembaga Hukum paling seksi di negeri ini.
Siapa tak kenal KPK, dengan segala gebrakannya yang selalu membuat mimpi publik seakan jadi nyata? Penyakit Korupsi dibasmi, Virus koruptor akan dimusnahkan. Di situlah panggung BW dan harapan publik bersemi dan bertemu di satu panggung pertunjukan kolaborasi impian.
Namun ketika BW ditetapkan sebagai Tersangka oleh Polri, publik pun bagai tertampar. Benarkah seorang BW bersalah?
Status Tersangka adalah separuh jalan menuju pembenaran, dan bukan kebenaran. Kenapa demikian?
Menjawab pertanyaan itu ada baiknya mengetahui dulu apa itu kebenaran. Ini sulit-sulit gampang karena ternyata tidak ada defenisi pasti. Sebabnya, ini dunia Profan, bukan Sakral.
Profan meletakkan manusia sebagai subyek dan obyek. Ada banyak standar dan hasil tercipta yang seringkali saling tusuk dan bahkan saling meniadakan. Cara tengah lewat Hukum pun tak menjamin Kebenaran.
Beda dengan dengan Sakral. Ketika sebuah keyakinan yang dipasrahkan pada misteri keilahian. Maka kebenaran itu tak lagi perlu diperdebatkan. Kalau pun terdapat saling tusuk, penyebabya hanyalah penyusupan manusia tolol dan tega menyeret kebenaran menjadi pembenaran. Sakral-Keilahian ke ranah Profan.
Hukum yang memproduksi status Tersangka pada BW pun tak lebih produk profan yang mengandung unsur saling tusuk dan saling peniadaan.
Menariknya, ketika de facto terbentuk di publik oleh posisi jabatan BW beserta kiprahnya saat ini publik maka status Tersangka tersebut mendapat perlawanan sengit. Penyebabnya adalah
Konteks 'de Facto' publik tanpa disadari dipengaruhi referensi Sakral tentang Kebenaran. Mereka melihat gambaran 'Kebenaran Sakral' pada Lembaga KPK dan kiprah BW di sana.