Sebatang rokok yang terselip diantara telunjuk dan jari tengah itu masih utuh. Sama sekali belum tersentuh api. Gelang hitam berseling merah yang terbuat dari tali itu juga masih menemani pergelangan tangan yang kini mulai menghitam terbakar matahari. Sepatu conversebuluk yang entah kini telah berubah warna antara kuning muda, abu, tidak jelas apa warnanya padahal sepatu itu dulu putih bersih. Sudah pasti sepatu itu telah menemani pemiliknya berjalan bertahun-tahun hingga rupa sepatu itu sungguh miris.
"Nih korek!" seseorang menyodorkan korek api kepadanya.
"Terima kasih Mas, saya tidak sedang ingin merokok." Jawabnya sopan.
"Terus? Ngapain daritadi rokok itu hanya kamu pegang, diputer-puter diantara jemari?" tanya orang itu yang merupakan seorang penarik becak. Dia menyalakan api dari pemantiknya didekatkan pada sebatang rokok yang hendak dihisapnya.
"Nggak apa-apa Mas, iseng saja, hehe.." tawa yang garing. Memperhatikan tukang becak yang sebenarnya masih muda, paling hanya beberapa tahun di atasnya. Tapi garis wajah yang tegas sekilas membuat orang itu tampak lebih tua.
"Lagi ada masalah?" tanya orang itu lagi yang entah hanya iseng bertanya atau lama-lama merasa terganggu dengan tingkah pemuda disampingnya yang sedari tadi hanya memutar-mutar sebatang rokok di tangannya.
"Aku Joni, tukang becak di sini.. terminal ini sepi bus sudah jarang mampir paling sehari hanya ada satu bus, beberapa penumpang angkot yang biasanya nunggu juga semakin jarang lewat di sini." Dia menyesap lagi rokoknya. Lalu mematikannya, merasa tidak enak berbicara dengan orang yang baru ditemuinya dengan berhiaskan kepulan asap rokok. "Panggil aja aku Bang Joni" lanjutnya.
Pemuda disampingnya tersenyum, tercetak dua lesung di pipinya. "Saya Jejak."
Joni menunggu lanjutan dari kata-kata Jejak. Namun hanya itu yang keluar dari mulutnya.
"Jejak? Kamu nunggu siapa di sini?" tanya Joni.
"Kenapa Abang di sini? Bukannya tadi Abang bilang kalau di sini sepi?" Jejak bali bertanya.