Seorang tokoh pendeta agama Protestan Kristiani dipolisikan karena isi khotbah saat ibadahnya dianggap menyinggung umat Muslim di Indonesia. Dengan tuduhan penodaan agama. Diketahui bahwa pendeta agama Protestan Kristiani tersebut dalam video yang sempat viral di media sosial, sedang berusaha mengilustrasikan cara ibadah yang benar dan tidak sebagai seorang Protestan Kristiani. Hal itu juga dilakukan dalam ruang lingkup rumah ibadahnya sendiri dan tidak dilakukan ditempat umum. Namun sayangnya, pengadilan negeri ini memutuskan pendeta Protestan Kristiani itu sebagai tersangka.
Beberapa waktu yang lalu kasus yang sama juga terjadi. Saat itu seorang tokoh ustad agama Sunni Islam sedang menjawab pertanyaan seorang umat Muslim Sunni yang datang dalam acara yang dipimpin oleh ustad Sunni itu. Jawaban dari pertanyaannya secara kebetulan sangat menyinggung umat Kristiani, yang mengatakan kalau di dalam salib ada "jin" atau "iblis" jika dilihat dari sudut pandang ajaran Kristiani. Meskipun ustad Sunni tersebut memang mengatakannya bukan bertujuan untuk menyerang ajaran agama-agama Kristiani. Tetapi apa yang dilakukannya memang adalah suatu bentuk penodaan agama. Namun perlakuan hukum yang diterima antara ustad Sunni Islam dengan pendeta Protestan Kristiani ini agak berbeda. Sampai hari saya menulis ini, ustad Sunni Islam ini tidak pernah menjadi tersangka atas kasus penodaan agama. Bahkan beliau juga tak pernah meminta maaf atau bahkan mengakui kesalahannya. Sementara itu pendeta Protestan Kristiani ini sudah minta maaf, sudah mengakui kesalahan tapi tetap menjadi tersangka.
Jadi ada dua kasus yang sama dalam kondisi yang sama pelakunya juga seorang berstatus sosial sama, yang membedakan adalah yang satu adalah tokoh agama Mayoritas dan yang satu adalah tokoh agama Minoritas. Yang Minoritas dihukum, yang Mayoritas bebas hukuman. Ini adalah fakta sistem hukum dan peradilan negeri ini.
Ketidakadilan pada kaum Minoritas Indonesia tidak cukup sampai disitu saja. Kasus diatas hanyalah satu contoh kasus saja, sementara itu masalah ketidakadilan untuk kaum Minoritas di Indonesia lebih rumit dari ini. Namun perlu dipahami, ketika saya menyebut kan kata "kaum minoritas" disini saya memang merujuk pada beberapa kaum di Indonesia ini yang terpinggirkan seperti: orang-orang ethnis Tionghoa multi-agama, umat Sikh, umat Katolik Kristiani, umat Protestan Kristiani, umat Ortodoks Kristiani, umat Saksi Yehovah, umat Yahudi, umat Buddha, umat Hindu, umat Syiah Islam, umat Ahmadiyah Islam, penganut Kepercayaan Adat dan penganut Agnostik. Berikut ini adalah contoh-contoh kasus ketidakadilan yang dirasakan oleh kaum Minoritas di Indonesia.
1. Kaum Minoritas khususnya umat Katolik Kristiani dan umat Protestan Kristiani dan umat Ortodoks Kristiani dipersulit dalam mendirikan rumah ibadah dengan alasan perizinan.
2. Persekusi dan pembubaran paksa peribadahan hampir dialami oleh semua golongan kaum Minoritas. Yang sering naik ke permukaan dan tersebar di media sosial selalu dialami oleh umat Protestan Kristiani.
3. Dibeberapa daerah, kelompok warga masyarakat kampung menolak kehadiran warga selain Sunni Islam untuk tinggal bersama di kampung.
4. Kesulitan mendapatkan pengakuan sebagai agama resmi dialami oleh umat Ortodoks Kristiani, umat Yahudi, umat Saksi Yehovah, umat Ahmadiyah Islam, umat Syiah Islam, umat Sikh, penganut Agnostik. Pada akhirnya mereka terpaksa mendaftarkan diri kedalam tujuh agama resmi yang diakui di Indonesia.
Bahkan menuliskan tentang ketidakadilan yang dialami kaum Minoritas di Indonesia ini juga merupakan tantangan tersendiri. Sebab sebagian besar kaum Mayoritas di Indonesia merasa mereka benar-benar sudah bertindak secara adil pada kaum Minoritas. Dengan membiarkan kaum Minoritas hidup sebagai warga negara Indonesia saja sudah dianggap sebagai keadilan yang sempurna pada kaum Minoritas oleh kaum Mayoritas..
Sementara itu negara ini benar-benar dibentuk dan didirikan dari gabungan seluruh daya upaya masyarakat baik itu kaum Mayoritas ataupun kaum Minoritas. Sayanganya keadilan bagi kaum Minoritas benar-benar terpinggirkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H