Lihat ke Halaman Asli

Etika Birokrasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Diperbarui: 30 Maret 2024   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Website Download gambar www.kibrispdr.org

Etika penyelenggara pemerintahan hari ini menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan. Persoalan etika birokrat bukan hal yang baru muncul, melainkan sudah menjadi masalah krusial, dan terjadi baik pada pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang merupakan penyelenggara negara.

Dari sisi pengertian, etika merupakan ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral, sekumpulan asa atau nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak, nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat (Rizsa,2023).

Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti 'watak kesusilaan' atau 'adat'. Etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada. Jadi, etika ini salah satu tolok ukur dalam menilai tindakan yang berhubungan dengan moralitas, seperti korupsi, susila, dan penyimpangan lain.

Peraturan terkait etika penyelenggaraan negara sendiri sudah sangat lengkap, diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimulai dari UUD NRI 1945; Tap MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; lalu UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; dan UU No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian; UU No 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Kompas.id/09/03/2023).

Ironisnya, ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah dibangun sedemikian rupa, memuat etika pejabat negara, cenderung dilanggar oleh pejabat itu sendiri dengan perbuatan melanggar hukum, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semuanya bermuara pada penyalahgunaan wewenang hingga merugikan keuangan negara.

Lantas menjadi pertanyaan mengapa etika penyelenggaraan negara itu penting ? lalu bagaimana tantangan yang dihadapkan bangsa saat ini ?

Patologi Birokrasi

Patologi birokrasi menjadi salah satu momok bagi berkembangnya konsep penyelenggaraan pemerintahan. Eko Prasojo, 2022 menerangkan bahwa terdapat 175 penyakit birokrasi. Negara dihadapkan pada tantangan dalam mempertahankan tuntutan perubahan. Ada dua pendekatan yang dapat mendiagnosis patologi birokrasi dalam negara.

Pertama pendekatan ekologis. Pendekatan ini dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal hadir karena sistem sosial dan budaya
masyarakat, intervensi politik dan ekonomi. Sedangkan faktor internal dikarenakan oleh kepemimpinan, manajemen, struktur, strategi, budaya organisasi.

Kedua pendekatan patologis. Pendekatan ini membedakan patologi birokrasi dalam tiga bentuk yakni. Pertama penyakit akut, penyakit birokrasi ini Membunuh organisasi secara tiba-tiba, layaknya serangan jantung dan hipertensi. Dalam penyelenggaraan  pemerintahan bisa ditemukan seperti  Korupsi merajalela, melawan hukum sebagai hal biasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline