Lihat ke Halaman Asli

Selingkuh Akidah (4)

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak ayal, suhu politik pun memanas. Pak Kapolres, yang datang ke Pemkot sesaat setelah Pak Wako menerima wartawan Propost, mengancam akan membongkar korupsi di DPRD. Pak Wako membujuknya bersabar. “Saya jamin. Enggak lama. Dia pasti out,” katanya.

Malamnya Mustafa ketemu Pak Wako di rumah dinas. Menjawab desakan Pak Wako, mantan aktifis LSM itu hanya bisa berjanji tapi tak bisa memastikan kapan. Pak Wako tahu persis peta masalahnya, tak perlu dia jelaskan lagi.

Tentu saja tidak mudah mendepak Ita Mustika. Bukan rahasia lagi kalau dia berlindung di belakang Makodim. Dia juga dekat dengan putra Pak Gubernur, pengusaha jasa konstruksi yang juga ketua DPD partai. Kabar terakhir juga menyebutkan, dia ada main dengan jaksa senior di Kejati.

Besoknya, publik ramai membicarakan berita togel yang diturunkan Propost. Tanggapan datang dari sana-sini, termasuk dari Edi dan Akian.

Lusanya, harian itu memuat berita dengan judul kutipan pernyataan Edi: “Dewan Jangan Cuma Omong”. Kalau dewan hebat, ujar Edi, buka lapangan kerja untuk ribuan pengedar togel. Jangan cuma menghabiskan dana APBD untuk studi banding yang terbukti tidak bermanfaat untuk meningkatkan PAD.

Edi pun mengaitkan skenario demo AMAT dengan penolakan proposal turnamen voli yang diajukan partainya Mustafa. Tentu saja Mustafa, sang ketua DPC, membantah. “Itu kerjaan oknum yang mengatas namakan partai,” kilahnya ketika dikonfirmasi.

Karuan saja Kahfi, tokoh DPC yang mengurusi proposal turnamen, blingsatan ke DPRD. “Mulut macam apa ini!” radangnya sambil gebrak meja. Mustafa membuka amplop berisi duit Rp 500 ribu yang baru dia terima dari seorang pemborong. “Ini politik. Harus ada korban. Ambillah,” katanya tenang. Kahfi terhenyak. Bara di matanya pelahan meredup.

Besoknya, berita togel muncul lagi di halaman depan Propost. Judulnya, kali ini, kutipan pernyataan H Syukri Syakban, tokoh berpengaruh yang duduk di majelis ulama, yang dikenal dekat dengan umaro dan jarang menolak amplop kiriman Edi dan Akian: “Togel Laku Karena Ada yang Beli”.

Tentu saja Pak Haji benar. Togel laku karena ada yang beli, tugas ulama mengajak umat jangan membeli togel. Dan itu bukan tugas mudah, karena Rosulullah sendiri perlu waktu 20 tahun untuk membina akidah dan akhlak kafir quraisy.

Tapi, pernyataan Rahmat Hidayat, aktifis Islam yang dikenal radikal, yang dimanfaatkan orang-orang Mustafa untuk mengkoordinir AMAT, juga betul. “Ulama punya mulut, umaro punya tangan. Karena tangan mereka tak mau bergerak, kewajiban kita menggerakkannya!” katanya lantang.

Karenanya dia menyerukan semua elemen agar tidak gentar menghadapi demo tandingan yang akan digelar Forsidagel. Memberantas kemungkaran adalah jihad, mati berjihad berarti mati syahid dan dijamin masuk surga.

Sayangnya, mengkoordinir demo tak segampang mengurus acara tahlilan. Massa perlu angkutan, nasi bungkus, bahkan amplop Rp 25 ribu per kepala. Hitung punya hitung dana yang dibutuhkan puluhan juta. Kalau Mustafa punya duit sebanyak itu, kenapa pula dia repot mengajukan proposal ke Edi Bopeng?

Demo pun batal. Pagi itu, dua belas hari kemudian, Propost kembali menurunkan berita togel. Judulnya kutipan pernyataan Hadi Prayitna MA, dosen PTS setempat, yang disampaikan dalam seminar togel yang digelar salah satu organisasi pemuda: “Sebaiknya Togel Dilegalisasi”.

Keras dugaan Edi, wartawan datang menemuinya untuk minta tanggapan atas pernyataan itu. Tentu saja dia siap. Siapa takut?

MUNCUL dari ujung jalan, Corolla Altis silver metalik yang dikendarai Budi, Jayak, Epan dan Anton menepi lalu berhenti persis di belakang motor Yamaha F1ZR hitam silver milik Nurjana.

Pagi itu, Jumat kedua September 2003, suasana tempat pemakaman umum (TPU) terbesar kedua di kota itu tampak lengang. Dua nenek renta penjual kembang yang biasanya membentang lapak di tepi jalan, tidak kelihatan. Di sepanjang jalan yang membelah TPU hanya nampak dua mobil dan tiga motor, termasuk motor Nurjana.

Turun dari mobil mereka langsung menghampiri motor Nurjana. “Ini dia motornya,” ujar Budi yakin. “Gimana? Kita tunggu dia keluar, atau langsung serang ke dalam?”

“Langsung sajalah!” sahut Anton tak sabaran. “Ngapain lagi mau nunggu dia keluar. Dia langsung kabur mau ngomong apa? Bila perlu kita kepung sekalian! Biar dia kapok. Susah banget jadi perempuan!”

“Gimana Pan?”

Epan uring-uringan. “Ya terserah kalianlah. Mau langsung ya langsung. Mau nunggu ya tunggu. Payah. Ndak kalian ndak Bang Edi, ndak sabaran semua. Mau mendekati perempuan baik-baik macam mau mendekati perek. Ndak bisalah. Namanya juga perempuan baik-baik. Mana mau diajak grasa-grusu. Pelan-pelan. Lihat-lihat sikon dulu. Bila perlu maju selangkah mundur dua langkah. Jangan main tancap main hantam mancam kafir quraisy!”

“Gimana Yak?”

“Ya kita cek dululah beliau lagi ngapain,” sahut Jayak lunak-lunak liat. “Apa lagi zikir. Apa lagi nangis. Apa lagi ngebor. Baru atur langkah. Kalau memang ndak memungkinkan ya sudah. Tunda. Gampang kan?”

“Oke. Kalau begitu kita masuk!” putus Budi. “Yuk Pan!”

Budi beranjak mendahului. Anton dan Jayak membuntuti. Epanmengekor ogah-ogahan. Mereka beriringan masuk TPU, laksana kafir quraisy masuk kota Madinah untuk menyerang Rosulullah.

Tiba di tepi TPU mereka menghentikan langkah sambil mempertajam mata dan telinga. Di sana, di tengah TPU, Nurjana duduk bersimpuh di sisi makam suaminya. Suaranya terdengar merdu, lidahnya fasih melafazkan ayat demi ayat Surat Yasin. Maklum, qoriah mumpuni, juara musabaqah berkali-kali, bahkan pernah menjadi qoriah terbaik kedua tingkat nasional. Soal seni baca Al Quran, dialah jagonya.

Menemukan perempuan yang mereka cari teronggok di tengah TPU mengalunkan ayat suci, Budi nampak ragu untuk bergerak maju. Itulah yang membuat Anton tak sabaran.

“Tunggu apa lagi Bud?” desaknya sambil mendelik. “Langsung sajalah. Mau terima ya oke, ndak ya sudah. Habis perkara!”

“Sabar dulu, Ton,” tegur Epan sambil berpaling dengan mata melotot melebar. “Beliau kan lagi baca Yasin. Tahu sopan santun sedikitlah. Nanti beliau usir kita ndak enak ….”

“Kita tunggulah,” putus Jayak. “Enak juga dengar beliau baca Yasin. Persis bacaan Yasin Ustadz Haji Umar Said. Kalau dengar orang Yasinan begini aku jadi kepingin masuk pesantren kilat,” kelakarnya. (Bersambung)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline