Lihat ke Halaman Asli

Kompak (Komunitas Pencinta Alam Karakelang) Talaud

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14238359901216304646

KOMPAK (Komunitas Pencinta Alam Karakelang) Talaud

Menjaga Kelestarian Nuri Talaud

KOMPAK (Komunitas Pencinta Alam –pulau—Karakelang) Talaud mungkin masih asing bagi sebagian kawula muda Indonesia. Sebab komunitas ini berbasis nun jauhdi utara di Kecamatan Beo Kepulauan Talaud Sulawesi Utara, berbatasan dengan negara tetangga Philipina. Tapi komitmennya melindungi fauna-flora endemik kekayaan hayati Indonesia di wilayah setempat, patut diancungi jempol. Bahkan untuk itu mereka siap fight di lapangan.

Beberapa bulan lalu, misalnya, mereka bahu membahu dengan satuan buru sergap (buser) Polres Kepulauan Talaud yang dipimpin oleh Bripka Victor Beyah dan Brigadir Aster Tindige, menggagalkan perdagangan illegalburung Nuri Talaud (Eos histrio talautensis) sebanyak 111 ekor ke Philipina. Burung-burung itu sudah sempat di bawah ke dalam kapal, tapi akhir berhasil disita dan dikembalikan ke habitatnya.

Nuri talaud adalah fauna endemik Kepulauan Talaud Sulawesi Utara, termasuk hewan dilarangdiperdagangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, danketentuan internasional dalam Appendix I CITES. Populasinya sudah sangat sedikit bahkan nyaris punah, Badan konservasi dunia (IUCN) sudah memasukkan burung berbulu merah dan biru ini dalam kategori Genting (Endangered). Dari pantauan di lapangan hingga awal tahun 1990-an, burung berukuran 31 cm ini masih ditemukan di pulau Sangihe, Siau, Tagulandang, dan Salibabu. Tapi kini Nuri talaud hanya ditemukan di pulau Karakelang. Sebab sejak era reformasi, perdagangan satwa illegal cenderung meningkat.

Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuka celah bagi terjadinya perdagangan satwa illegal. Disisi lain, harga Nuri talaud cukup menggiurkan, telah dimanfaatkan oleh nelayan dari negara tetangga melakukan pelanggaran hukum. Biasanya, nelayan dari Philipina membeli Nuri dari penduduk setempat dengan kisaran harga hanya Rp 25.000 hingga Rp 50.000 per ekor. Sedangkan di Philipina mereka menjualnya hingga seharga Rp 1 juta per ekor.Yayasan Sampir dalam laporan investigasinua menyebutkan perdagangan Nuri Talaud masih berlangsung hingga saat ini. Diperkirakan jumlah burung nuri Talaud yang diperdagangkan di tiga kampung yang menjadi basis penangkapan selama periode 8 tahun terakhir adalah 6.480 ekor, atau rata-rata sekitar 810 ekor per tahun.

Mengatasi perdagangan Sampiri –sebutan lokal untuk Nuri Talaud—memang tidak mudah. Berbagai cara dilakukan pedagang illegal untuk mendapatkan burung itu dan meloloskannya dari pantauan aparat hukum dan aktifis lingkungan hidup. Biasanya, untuk mendapatkannya mereka memanfaatkanpenduduk setempat, tentu dengan imbalan yang menggiurkan. Lalu, agar burung tersebut tidakbisaterbang lagi, bulu-bulu primernya dicabut. Kemudian disiram air gula agar sementara burung-burung itu enggan berkicau.

Dengan keadaan seperti ini, burung-burung tinggal dimasukkan ke dalam sangkar yang terbungkus kain atau dimasukkan ke dalam kotak, sama seperti barang muatan lainnya.

14238361221430342901

1423836065287560568

142383619887968958

Tidak Mudah

Menghadapi akal bulus pedagang satwa gelap seperti ini, para aktifis KOMPAK dituntut jeli. Bila sudah dipastikan ada burung hendak di bawa keluar Kepulauan Talaud, mereka terus membuntutinya hingga aparatberwajib melakukan penyitaan. Bahkan untuk memastikan proses hukum berjalan sebagaimana mestinya, Michael Wangko, Ketua KOMPAK aktif mengawal proses penyidikan kasus ini.

Jadi masalah, burung hasil sitaan perlu perlakuan khusus agar tidak mati. Karena itu, Michael yang juga anggotaMasyarakat Mitra Polisi Hutan (MMP) membawa 95 sampiri lain ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Utara, dan kemudian bersama-sama polisi kehutanan menyerahkannya kepada Pimpinan Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) di Bitung, Sulut, untuk direhabilitasi. Setelah melalui proses rehabilitasi,bulu-bulu sayap Nuri talaud itu telah tumbuh kembali, burung-burung dilepaskan kembali kehabitatnya.Untuk itu KOMPAK bekerjasama dengan World Parrot Trust Program Indonesia, PPST dan BKSDA Sulut.

Pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat diundang hadir dalam pelepas liaran burung-burung ini. “Kegiatan pelepasan satwa ini bertujuan untuk membangun komitmen bersama antara pemerintah, penegak hukum, masyarakat, serta lembaga pelestarian alam tentang pentingnya memutus rantai penyelundupan satwa liar,” kata Richter Taengetan, yang juga anggota KOMPAK.

14238363641464802398

14238364391221571151

Pulau Karakelang

Mengapa KOMPAK Talaud memilih Kecamatan Beo di pulau Karakelangmenjadi pangkalan (homebase) komunitas peduli lingkungan ini ? Jawabannya jelas. Karakelangadalah pulau terbesar di Kepulauan Sangihe Talaud, beradadi tepi barat Samudera Pasifik berbatasan dengan negara Philipina. Pulau ini memiliki banyak kekayaan hayati yang perlu diselamatkan. Luas pulau Karakelang sekitar 975 km2 yakni panjang 65 km dan lebar 20 km. Pulau ini masih memiliki hutan asli (Suaka Margasatwa Karakelang) yang berfungsi vital sebagai penjaga stabilitas air, sumber plasma nutfah dan obat-obatan sekaligus sumber keaneragaman hayati (biodiversity). Di pulau ini terdapat hutan Suaka Margasatwa Karakelangseluas 24.669 hektar dan 9.000 hektar sebagai areal hutan lindung. Tapi hutan konservasi tersebutmasih tidakaman. Perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan dan perdagangan satwa liar, serta pencemaran lingkungan masih terus terjadi.

Edukasi Lingkungan

Tidak hanya pencegahan perdagangan satwa illegal yang menjadi perhatian KOMPAK, tapi juga banyak program lain yang dijalankan terkait dengan lingkungan hidup. Penanaman bakau (mangrove), pembersihan pantai dan juga pengelolaan sampah, juga termasuk dalam program komunitas ini. Untuk pelaksanaan program tersebut biasanya melibatkan watga masyarakat terutama pemuda dan remaja. Melalui kegiatan-kegiatan itu, ditanamkan semangat cinta lingkungan.

Para aktifis KOMPAK menyadari betapa penting dukungan public terhadap pelestarian alam. Dan itu hanya tercapai jika setiap kegiatan dipublikasikan. Untuk itu, Richter Taengetan aktifis KOMPAK, membuat blog dan juga selalu mempublikasikan semua aktifitas komunitas ini memlalui jejaring media sosial. (PAULUS LONDO/LS2LP/SUAR

14238362992037158905

14238365142004307547

142383695358944007


14238370001377184637

14238370621437638879


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline