Lihat ke Halaman Asli

Mengolah Rasa Bersama Kanilaras

Diperbarui: 18 September 2024   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengolah rasa, mencintai budaya. Itulah semboyan dari Kanilaras, komunitas pemain gamelan di Kolese Kanisius yang mencakup siswa dan guru. Kedua nilai tersebut dipegang erat dalam setiap proses kegiatan yang menyangkut gamelan. Nilai yang tertanam dalam pikiran saya setelah beberapa saat berpartisipasi dalam proses karawitan. Sepanjang tulisan ini, saya ingin melihat kembali ke bagian-bagian ketika nilai mengolah rasa ditekankan.

Kanilaras sebenarnya merupakan komunitas yang tidak muda umurnya. Kebanyakan kegiatan diisi oleh para guru, seperti ketika peresmian gedung tengah pada tahun 2022. Namun, ekstrakurikuler gamelan, baru muncul tahun 2023. Itu kali pertama siswa-siswa Kanisius dapat terlibat dalam kegiatan gamelan. Gamelan mengisi acara CC Cup, Natal, Misa Minggu Palma, Parents' Day, dan yang paling terakhir adalah Edufair. 

Menurut saya, timbul betul pentingnya mengolah rasa pada saat mempersiapkan dan memainkan gamelan untuk setiap acara. Kerap kali waktu persiapan yang diberi kurang dari sebulah. Dalam rangka pembukaan CC Cup 2024 hanya ada waktu sekitar 4 hari untuk latihan! Di sini, kemampuan setiap pemain untuk commit untuk dalam mengikuti jadwal latihan dan berkonsentrasi dalam prosesnya diuji. Pak Agus, salah seorang pelatih, menjelaskan, bahwa mengolah rasa berarti menajamkan kemampuan seseorang untuk mengambil kendali emosi-emosi yang dimiliki. Meski terdapat suara-suara di dalam pikiran yang rasanya ingin berhenti, jika diolah, dapat menjadi motivasi bagi orang tersebut untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam hal ini, untuk mengikuti latihan dengan sungguh-sungguh.

Mengolah rasa berarti mengolah rasa-rasa yang awalnya dirasakan ketika dihadapkan pada suatu situasi untuk menemukan tindakan yang paling benar sebagai respon atas situasi tersebut.

Proses dalam karawitan dapat diumpamakan sebagai sebuah kecambah. Awalnya kecil dan mudah goyah. Namun, di dalam lingkungan yang mendukung, kecambah tersebut akan tumbuh menjadi lebih besar dan kokoh. Akhirnya, dengan akar-akar yang sudah dalam menembus tanah, sebuah pohon dapat berdiri sendiri. Demikian pula dengan kemampuan pemain untuk mengolah rasanya. Tidak perlu langsung menjadi seseorang yang terbaik, yang penting selalu ingin tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang haus untuk memperbaiki kekurangan dirinya. Hendaknya para calon pemain pada angkatan-angkatan berikutnya mengikuti proses dengan memegang prinsip ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline