Mari kita mengenang sejenak peringatan Hari Kartini tahun lalu. 21 April 2020. Beberapa hari sebelum hingga hari H, jagat raya Indonesia disemarakkan dengan slogan "Aku Katini". Para wanita Indonesia dengan percaya diri menyebut dirinya "Aku Kartini!Aku Kartini" sambil mengacungkan jempol ke depan atau menharah ke dadanya. Menariknya, pernyataan itu bukan hanya diucapkan oleh wanita-wanita dewasa, tetapi juga oleh wanita-wanita remaja bahkan anak seumuran TK. (Bisa baca di sini: Ramai-Ramai Menyebut Diri " Aku Akrtini").
Aku Kartini Dalam Konteks
Bagi saya, semaraknya slogan "Aku Kartini" tidak terlepas dari konteks saat itu. Konteks di mana bangsa kita mulai berjuang melawan penyebaran Covid-19. Ketika itu para tenaga medis, dokter dan perawat wanita berada di garda terdepan membantu sesama yang sedang terpapar virus mematikan ini. Mereka mengorbankan keluarga, meninggalkan suami dan anak-anak serta sanak saudara demi menyelamatkan nyawa sesamanya. Para wanita pejuang ini diidentifikasi sebagai Kartini-Kartini masa kini.
Di sisi lain, Di sisi lain, dengan menyebut diri "Aku Kartini", para wanita hendak memberikan dukungan; membangkitkan semangat para wanita medis
Aku Kartini sebagai Kepribadian Bangsa
Sayangnya, slogan "Aku Kartini" sepi dalam peringatan Hari Kartini tahun ini. Terlepas dari persoalan sadar-tidaknya para wanita menyebut dirinya seperti itu tahun lalu, slogan "Aku Kartini" sudah saatnya mendapat perhatian kita bersama, perhatian bangsa.
Slogan ini hendaknya menjadi slogan nasional tahunan. Slogan ini selalu didengungkan oleh segenap wanita Indonesia pada setiap kali peringatan Hari Kartini. Bukankah sesuatu itu terjadi karena pembiasaan? Berikut beberapa pikiran yang mendasari "Aku Kartini" menjadi slogan nasional.
Menyadarkan kita bahwa tindakan-tindakan yang merendahkan harkat dan martabat wanita seperti kekerasan dan pencabulan menghambat lahirnya Kartini-Kartini baru di seluruh pelosok negeri ini.
Kebodohan kaum wanita sebagai akibat dari kemiskinan tentu menghambat lahirnya Kartini-Kartini baru di masa yang akan datang.
Melalui slogan berskala nasional, menjadi indikasi bahwa negara hadir dalam membangun karakter bangsa, khususnya karakter wanita Indonesia sebagai mana diteladankan oleh Pahlawan Bangsa, Raden Ajeng Kartini.
Penutup