Lihat ke Halaman Asli

Paulus Tukan

Guru dan Pemerhati Pendidikan

Merdeka Belajar Berkarakter Masih Menjadi Momok bagi Kepala Sekolah dan Guru Sekolah Swasta

Diperbarui: 3 Mei 2020   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Langkah terobosan yang dilakukan oleh Mendikbud Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim dalam sistem pendidikan nasional adalah program Merdeka Belajar Berbasis Karakter, yang terfokus pada (1) USBN menjadi US, (2) Sistem Ujian Nasional (UN)  diganti Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter, (3) Penyederhanaan format adminisitratif RPP, dan (4) sistem PPDB lebih fleksibel.                                  

Secara singkat, keempat program Merdeka Belajar Berkarakter dapat dijelaskan sebagai berikut.

(1) Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) berubah menjadi Ujian Sekolah (US), yang penyelenggaraannya diserahkan kepada sekolah. Tujuannya adalah menilai kompetensi siswa dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian komprehensif seperti portofolio dan penugasan. 

(2) Sistem Ujian Nasional (UN)  Diganti Asesmen Kompetensi dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. 

(3) Penyederhanaan Format Adminisitratif RPP dengan memangkas beberapa komponen. Guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP: tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. 

(4) Sistem PPDB Lebih Fleksibel, PPDB menjadi 50% sistem zonasi, 30% jalur prestasi, 15% bagi pemiliki kartu indonesia pintar (KIP), dan 5% murid pindahan. Zonasi lebih fleksibel dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Hal ini bertujuan mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.  (Materi Seminar Dr. Darmin Mbula, OFM, Yogyakata, 28 Januari 2020).

Tantagan bagi Kepala Sekolah

Merdeka belajar menuntut kepala sekolah untuk mengubah pola-pola kepemimpinan lama, seperti kepemimpinan mekanistis, hierarkis birokratis, formalisasi tinggi dan sentralistis menjadi kepemimpinan integratif. 

Ia harus mendengar, melihat, merasakan dan turun ke medan pekerjaan agar dapat mengambil keputusan dan melihat masalah dengan cermat. Ia diharapkan lebih terbuka dengan pihak luar sekolah. 

Dengan begitu, ia mampu mengakomodasi perspektif, mengedepankan kolaborasi lintas lini; mengedepankan pendekatan manusia, human-based approach, yaitu memanusiakan rekan kerja dengan empati dan mengedepankan budaya apresiatif dalam lingkungan kerja.

Kenyataan di lapangan, khususnya sekolah swasta, memperlihatkan fenomena yang memprihatinkan. Jangankan menerapkan Merdeka Belajar Berbasis Karakter, pembelajaran yang bernafaskan K-13 selama ini pun belum memperlihatkan kompetensi dan karakter sebagai kepala sekolah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline