Aku selalu menyumbat ketenangan dan kebahagiaan dalam kekejaman.
Teriak dan ratap ketakutan malah semakin melunturkan
naluri keadaban untuk melumpuhkannya dalam ayunan gagang celurit, atau sebuah letusan berapi.
Berbekal keahlian warisan keluarga,
aku menggenggam kepastian bahwa langkahku tak pernah sia-sia.
Seperti burung yang meloncat dari pohon ke pohon,
aku bergerak mengawasi sasaran dari rumah ke rumah di siang hari.
Peneroponganku tidak pernah meleset, walau menembus tembok-tembok tebal,
lemari dan brankas di sudut kamar tidur.
Kugasak perhiasan dan uang lalu meninggalkan letusan pada dada dan kepala.
Kekejaman telah memanjakan hidupku, istriku, dan anakku.