Agama adalah Candu dan Keberadaan Pancasila
Selamat Hari Kesaktian Pancasila
Momen 01 Oktober bagi bangsa ini sangat spesial. Masih pro dan kontra ya wajar. Tertuduh hingga hari ini, bahkan sangat sensi jika bicara mengenai komunisme, bukan sebagai sebuah paham, hanya mendengar kata itu saja sudah bisa membuat sewot.
Tentu saja bahwa hal ini memang setingan oleh penguasa Orde Baru dan dunia waktu itu yang mau mengebiri komunisme dan sosialisme yang menjadi 'musuh' besar kapitalisme yang mau menguasai dunia. Berdekade-dekade lampau.
Tokoh-tokoh yang bersikap kritis pada agama sering dianggap komunis, ateis, dan seterusnya. Sering dijadikan bahan untuk menyerang dan mendeskreditkan mereka oleh kaum agamis. Padahal sering tanggapan atau gagasan mereka itu realitis. Agama yang tidak memperkembangkan dinyatakan sebagai candu, Karl Marx.
Konteks yang terjadi adalah, ketika orang gagal, mereka akan berharap bahwa nanti di surga akan tergenapi. Konsep agama, yang bagi Karl Marx itu penghambat kemajuan dan daya juang. Nglokro karena menantikan jawaban dan juga reward di surga atau akhirat nanti.
Hari-hari ini, bangsa ini sedang dihidupi dengan gaya hidup yang identik dengan kritik Marx ini. Lihat saja bagaimana kekerasan oleh guru agama terjadi di mana-mana, ada yang hamil, meninggal, dan hukuman yang berlebihan dibandingkan apa yang dilakukan.
Hanya karena tidak hafal ayat Kitab Suci, anak dihukum squat jump dan meninggal. Hukuman yang berlebihan. Senada, ketika ada guru yang melempar kayu berpaku hingga anak didiknya meninggal, karena tidak ikut sholat bareng di sekolahnya. Atas nama penegakan aturan surga.
Aksi intoleransi atas nama nyanyian surgawi juga begitu lantang terdengar dari mana-mana. Atas nama surga dan akherat, mereka melukai sesamanya. Kemanusiaan hilang karena impian surga dan akherat yang mereka yakini keberadaannya. Versi mereka, bukan universal apa yang mereka yakini. Cenderung sektarian, karena sesamanya, yang beragama atau berkeyakinan sama saja masih mempertanyakan, bahkan menyalahkan apa yang diyakini beberapa pihak ini.
Pemaksaan kehendak atas nama agama di mana-mana terjadi. peristiwa di pertandingan PON, ketika salah satu atlet diwajibkan dengan jilbab, padahal Nonmuslim. Pro kontra terjadi lagi. Senada dengan keberadaan anak sekolah Kristen dipaksan juga mengenakan jilbab. Sedikit ke belakang, ketika pasukan pengibar bendera Hari Kemerdekaan perempuan berjilbab diminta membukanya, langsung beramai-ramai mengutuk si penggagas. Lagi-lagi atas nama perintah agama.