Kemenangan 1-0 atas Vietnam di Jakarta belum memberikan bukti yang sangat kuat. Lain, ketika menang dengan selisih tiga gol di kandang negeri naga biru itu.
Sah tidak bisa dibantah lagi sebagai sebuah proses dan hasil yang baik. Ketika memetik hasil positif menang tipis selaku tuan rumah, masih bisa dinyatakan semata keberuntungan. Kemenangan telak di kandang lawan itu jelas sebuah capaian.
Sangat menarik adalah apa yang dilakukan STY dengan materi timnas Indonesia. Bagaimana keluhan sering terdengar, gaya makan, passing, dan kedisiplinan.
Hal itu terkonfirmasi dengan peringkat Liga Indonesia yang masih jauh dari harapan. Tim pelatih nasional cemas ketika mereka kembali ke klub, ritmenya balik ke setelan pabrik. Stamina yang mudah drop, belum lagi hal mendasar seperti passing dan asupan makanan yang ngaco.
Naturalisasi sebagai Jalan Ninja
Berbagai aral membuat timnas susah berkembang baik. Berkali ulang pelatih mau asing atau dalam negeri sepanjang sejarah hanya jalan di tempat.
Mental, sikap batin, dan juga masalah yang dikeluhkan dari masing-masing pelatih sama. Belum lagi jika melihat sepak terjang liga dan pengurus PSSI.
Ada sebuah pernyataan, bahwa pribadi yang sangat galak ketika menjadi pengurus PSSI akan menjadi jinak laiknya merpati, padahal sebelumnya garang bak rajawali. Ada apa?
Pengurus dan keberadaan federasi
Suka atau tidak, kepengurusan sepak bola di Indonesia lebih banyak dihuni orang yang sama sekali tidak tahu bola dan tidak mau belajar apa itu sepak bola. Hanya satu dua yang memiliki jiwa pelayanan untuk sepak bola.
Indikasi apa yang mendasari itu? Lihat saja mengenai hukuman pada pemain atau klub yang sangat mudah berubah. Mereka mikir pendek bukan mengenai jangka panjang sebagai sebentuk pembinaan, apalagi jika bicara uang.