Puyengnya Surya Paloh
Sejak Oktober Surya Paloh dalam hal ini melalui Nasdem sudah deklarasi bakal capres mereka adalah Anies Baswedan. Kalkulasi politiknya jelas, duplikasi 2014 ketika ia juga mengajukan nama Jokowi yang saat itu juga masih menjabat Gubernur DKI. Bak bola salju kala itu, parpol lain bersegera merapat. Surya Paloh dan Nasdem mendapatkan poin besar.
Hal yang sama, maunya ia gunakan lagi. Bedanya adalah, dulu, pada pencalonan Jokowi kondisi sangat berbeda. Nasdem ada pada barisan oposan bersama dengan PDI-Perjuangan. Apa yang mereka, Nasdem lakukan adalah sebuah antitesis dengan laku Demokrat, yang kala itu penuh dengan masalah.
Restorasi yang mereka gembar-gemborkan, mereka usung, dan politik tanpa mahar yang menjadi tagline mereka masih rapi tersembunyi. Posisi mereka yang oposan memang tidak terlihat rupa aslinya, sebagaimana ketika memegang kekuasaan, baca mendapatkan kesempatan mengelola uang.
Harapan baru bagi publik. Semangat berapi-api Surya Paloh tiap kali tampil di medianya menjadi sebuah oase di tengah politik amburadul dan korup kala itu. Jangan lupa, bagaimana Demokrat mengantar elitnya yang menjadi bintang iklan kampanye katakan tidak pada [hal] korupsi, membuat publik mau berbeda pilihan.
Gayung bersambut. Nama Jokowi sangat populer, merakyat, blusukan menjadi tanda yang sangat bertolak belakang dengan SBY. Protokoler, militeristik, dan penuh dengan aturan yang memang dunia SBY banget. Menyaksikan Jokowi yang ke mana-mana dengan santai, masuk got melihat saluran yang mampet, itu jelas berbeda 1800 dengan pejabat presiden yang secara fisik juga berbeda.
Eforia masyarakat yang rindu sosok pemimpin rakyat itu dibaca dengan baik oleh Surya Paloh. Megawati dan PDI-Perjuangan yang "memiliki" kader sekelas Jokowi akhirnya menyerah dan ikut rule yang dibuat Surya Paloh dan massa. Suka atau tidak, Surya Paloh adalah leader yang membawa Jokowi pada tampuk tertinggi.
Kini, keadaan berbeda. Jauh berlainan kutup. Mengapa demikian?
Nasdem dan Surya Paloh lupa, keadaan dan kondisi. Mereka kini ada di dalam pemerintahan. Bagaimana sepak terjang dan reputasi mereka tampak dengan gamblang. Toh tidak ada kader, menteri mereka yang luar biasa, sebagaimana Susy Pudjiastuti, Ahok, atau Budi Hadimulyo. Menteri mereka biasa saja. Melakukan tugas dengan sangat biasa.
Gubernur mereka, Viktor Laiskodat malah membuat ulah lucu berkali-kali. Masuk sekolah pukul 5 pagi, kepala desa melakukan cek sperma sehingga bisa menekan anak stunting. Belum lagi ketika Johnny Plate ditangkap Kejaksaan Agung dengan tudingan korupsi sangat besar. Hancur sudah reputasi sebagai pengusung capres berkelas sebagaimana Jokowi.