Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Demokrat, Intervensi Hukum, dan Demokrasi

Diperbarui: 3 Juni 2023   12:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrat, Intervensi Hukum, dan Demokrasi

Demokrasi itu salah satu kekuatan dan pilarnya adalah independensi hukum. Supremasi hukum di atas segalanya. Kepastian hukum menjadi ujung tombak dalam menyelesaikan masalah. idealnya bukan tekanan massa, publik, atau ormas. Pun tidak karena viral duluan kemudian diusut dan kasusnya menjadi ketlingsut.

Menarik menjelang pilpres 24 ini,  begitu banyak persoalan hukum dan kemudian melibatkan Partai Demokrat sebagai salah satunya yang paling keras bersuara. Ada gugatan ke MK mengenai penundaan pemilu, ada potensi perpanjangan masa jabatan presiden. Ada pula ke MK mengenai  sistem pemilu terbuka atau tertutup.

Eh masih ada pula khusus kasus personal Demokrat di mana kubu AHY digugat dalam hal kepengurusannya secara PK oleh kubu Moeldoko. Menguras energi besar dan benar-benar pelik bagi AHY dan jajaran. Kubu Moeldoko sangat enteng, apapun yang terjadi itu tidak penting bagi mantan Panglima TNI era SBY itu.

Reaksi apa yang dipertontonkan AHY dan jajaran Demokrat, khususnya Denny Indrayana sangat menarik untuk dilihat lebih jauh. Ini adalah roh di mana Demokrat dibangun. Model menuding, menuduh, dan menglaim ini dan itu.

Beberapa contoh. Pertama, ketika ada KLB di Medan dan mengangkat Moeldoko sebagai ketua umum yang berarti menyingkirkan AHY, reaksinya adalah, Jokowi, istana, penguasa mengudeta kursi ketum dari AHY. Eh setelah gugatan mereka, kubu AHY menang, mengatakan Presiden baik tidak mungkin ikut campur. Padahal MenkumHAM itu bawahan presiden yang sangat mungkin diintervensi.

Pun ketika kini kubu Moeldoko PK lagi-lagi Jokowi yang dituding cawe-cawe, membiarkan, pasti tahu,  dan sebagainya. Lhah mosok lupa sih yang sudah pernah diucapkan dan dinyatakan. Belum juga sewindu, rekam jejak banyak lagi.

Kini, potensi tekanan massa, publik, viral itu tentu akan mewarnai keputusan MK atas apapun hasil yang akan diputuskan. MK sangat mungkin akan tertekan karena banyaknya sorot mata tertuju ke sana.

Ada dua persepsi yang terbangun, pertama, MK memutuskan sebagaimana tidak dikehendaki Demokrat berarti curang, di bawah tekanan "penguasa", dikendalikan pemerintah, menciderai demokrasi, dan sejenisnya.

Padahal belum tentu demikian. Sering bukan kita lihat persidangan yang mengharu biru, ingat bagaimana sidang Anggodo, papa minta saham, Antazari, Nazarudin, pun Anas Urbaningrum. Jangan lupa juga sidang Ahok. Publik pasti paham seperti apa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline