Sea Games, Pembinaan, dan Sportivitas
Menarik apa yang tersaji dalam laga final sepak bola putra Sea Games di Kamboja kemarin. Penantian 32 tahun emas untuk Indonesia bisa tercapai. Sayang bahwa sikap mental secara umum negeri-negeri di Asia Tenggara cenderung tidak mau kalah, kudu menang. Lihat apa yang terjadi di laga final sepak bola putera. Rusuh, sehingga banyak kartu merah dan kuning yang diberikan wasit untuk pemain dan ofisial.
Sebenarnya ini hal klasik yang terjadi di dunia olah raga Asia Tenggara, identik dengan liga sepak bola di Indonesia, tidak siap kalah, kudu menang apapun caranya, kecewa ngamuk, rusuh, dan merusak. Baiknya Indonesia malah di kancah lebih atas tidak demikian. Malah kini Thailand yang jauh lebih maju sepak bolanya. Lebih banyak memperoleh emas Sea Games, juga peringkat FIFA mereka.
Catatan olah raga Sea Games
Harusnya Sea Games itu menjadi ajang pembinaan, pembibitan, dan proses menuju Asian Games, kemudian Olimpiade, bukan sekadar juara umum denga menjadi jago kandang semata. Ketika bicara Asian Games atau Olimpiade masih terlalu jauh. Bandingkan dengan Asia Timur, sudah bicara di kancah Olimpiade dan juga Piala Dunia jika bicara sepak bola.
Sikap mau menang berani kalah ini juga menjadi pedoman ketika berdemokrasi. Negeri serumpun Melayu ini masih jauh sikap demikian. Kalah ngamuk, meradang, dan merasa ada yang curang dan sebagainya. Miris jika demikian. Jiwa sportif sangat lemah. Masih perlu banyak belajar untuk berani menanggung kekalahan. Kekanak-kanakan sebenarnya.
Kecurangan, wasit yang ngacau, sering menjadi bahan pemberitaan. Fakta demikian, karena fokusnya adalah juara umum, nomor satu, cara-cara kotor pun dipakai. Ke mana jiwa sportivitas jika demikian bukan?
Selalu tuan rumah adalah juara, model Indonesia, Thailand, Malaysia, kini diikuti Vietnam, dan dulu Philipina saja bisa juara umum pas jadi tuan rumah. Lagi-lagi pastinya akan menggunakan segala cara, termasuk kecurangan, dan menodai sportivitas. Orientasinya adalah juara umum.
Pembinaan terabaikan karena fokusnya adalah juara umum. Jauh lebih penting adalah pembinaan yang memerlukan jam terbang dalam pertandingan. Kompetisi yang benar-benar kompetitif, sportif, dan daya juang tinggi. Sayang itu semua lepas di ajang Sea Games.
Eh malah ada kecemburuan dari cabor lain, khusus Indonesia, ketika ada parade dan cabor sepak bola seolah dianak emaskan. Jangan sampai hal ini nanti juga terjadi dengan pemberian bonus.