Sebenarnya cukup terlambat karena pernyataan ini hampir sebulan lalu terungkap. Dalam memperingati hari Pers Nasional, seorang pimpinan Dewan Pers mengatakan, perlu membunuh buzzer demi memperjuangkan keberadaan pers. Mengapa ini masih layak dikupas?
Pertama, belum ada satupun media yang mengritisi hal ini. Pun para pelaku dunia media, baik media sosial, apalagi media arus utama yang memperoleh sebuah "dukungan." Padahal masih sangat debatable mengenai siapa buzzer itu, apalagi mau dibunuh.
Kedua, ke mana mereka, Dewan Pers ketika akhir-akhir ini begitu "berkuasa, bernyali, dan bertarung" dengan habis-habisan mengawal kasus-kasus besar sehingga polisi bergerak? Jangan naif dan membutakan diri karena kepentingan.
Ketiga, ke mana Dewan Pers ketika banyak wartawan yang dibela sampaii mau membunuh buzzer itu nyolong tulisan, opini yang dilabelin buzzer atau minimal blooger lah? Mau bukti, 7 Hal Bikin Banyak Orang Balik Marah-marah pada Mario Teguh tentu saja masih begitu banyak data dan fakta.
Wartawan cuma nyanggong media sosial diberi komentar, kadang juga komentar oleh netizen ikutip menjadi berita. Ngawur mana antara buzzer dan wartawan model begini. Netizen tidak dapat bayaran, wartawan yang hanya nyanggong dapat bayaran dari kinerja netizen.
Jika bicara keterpihakan, jangan naif, lihat media-media arus utama, jaringan pula, banyak yang mengekor afiliasi politik bosnya. Menjadi oposan tidak bertanggung jawab, glorifikasi atas laku orang buangan yang kebetulan sama dalam barisan dengan pemilik media itu. Apakah ini juga tidak harus dibunuh?
Keempat. Johhny Plate malah menggagas UU Hak Penerbitan, sehingga ada kolaborasi antara media konvensional dan media digital yang sering dicurigai mau mematikan media analog. Jembatan yang perlu dibangun sehingga tidak malah saling curiga.
Kelima, keberadaan modernitas itu sebuah hal yang tidak bisa ditolak dan disangkal. Dari pada saling curiga, iri, dan malah menimbulkan perselisihan, wajar ada sebuah upaya dengan memberikan perlindungan untuk kedua belah pihak.
Keenam, seharusnya orang yang membawahi pers paham dengan baik mau ke mana arah dunia ke depan. Dunia digital itu tidak bisa disangkal lagi. Ini sebuah peluang yang harus dihadapi bukan dicurigai.
Ketujuh, potensi bahwa jurnalis warga, media sosial itu kontrol, dan di sinilah peran itu, bukan malah mau dibunuh. Sejatinya media arus utama juga tidak sedikit yang ngaco dan menjadi buzzer, apa kalau sebarisan biar, kalau pihak lawan bunuh? Mosok begitu, kan digaji pemerintah, keberadaannya, Depres atas UU juga bukan?