Lihat ke Halaman Asli

Susy Haryawan

TERVERIFIKASI

biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

Kominfo, Kebocoran Data, dan Sensitivitas DPR RI

Diperbarui: 3 September 2022   16:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kobocoran Data | detik.com

Kebocoran Data, Kominfo, dan Lemahnya Sensitifitas DPR

Lagi-lagi dunia digital dikagetkan dengan penualan data.  Kali ini dugaan data dari  pendaftaran pegguna SIM card. Tertuduh utama Kominfo yang tidak profesional dalam bekerja. Biasa, teriak kenceng dari netizen tanpa tahu apa yang terjadi.

Kominfo dengan tegas mengatakan, bahwa bukan mereka pelaku abai dan lalai, sehingga data milik masyarakat menjadi komoditi dan jual beli di dunia bawah tangan internasional. Secanggih apapun upaya menahan dan mengamankan, maling tetap bisa saja membobol.

Masyarakat, terutama netizen dengan sangat garang menuding Kominfo atau pribadi Johnny Plate sebagai penanggung jawab tunggal. Sekarang, mana sih yang tidak ada kebobolan di dunia ini? menyalahkan, memaki, dan mencaci apa sih yang diperoleh?

Masih sama saja, mulai data pribadi Denny Siregar, data BPJS, data PLN, dan kini sim card seluler. Sama saja data konsumen yang dibocorkan oleh pihak lain, apakah kerja sama dengan orang dalam, atau karena memang kemampuan louar biasa si pencuri, kecerdasan yang tidak pada tempatnya,

Energi terkuras namun tidak membawa perubahan. Padahal ada yang lebih mendesak dan penting, namun seolah terlupakan. Publik juga hanya melihat yang di depan mata, padahal ada yang lebih urgent terlupakan.

Kartunya ada di DPR-RI. Mereka terlalu asyik dengan diri mereka sendiri, kepentingan baik politik ataupun ekonomi. Bagaimana mereka heboh soal horden untuk rumah dinas yang tidak ada manfaatnya sama sekali untuk publik.

Kalender yang harganya luar biasa besar, di tengah krisis dan pandemi yang belum berakhir. Mereka malah membuat anggaran yang tidak penting. Tanggalan sekarang mana penting lagi, kala smartphone dan laptop menyediakan itu dengan cuma-cuma.     

Atau mengenai dana pensiun. ASN perlu 20-30 tahun kalau DPR hanya perlu lima tahun untuk bisa mendapatkan pensiun. Itu uang negara dan dana masyarakat. Pemborosan.

Ketua dewan yang asyik dengan baliho dan pencapresan yang masih juga stagnan alias mentok. Kepercayaan diri  yang tidak pada tempatnya. Fokusnya menjadi bias. Kinerja DPR masih juga di bawah standar, sama sekali tanpa sentuhan berarti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline