Kominfo, Polisi, dan Mengapa Tidak Ada yang Menuding Twitter, Soal Wadas?
Menarik apa yang terjadi di Wadas. Kisah yang khas negeri ini, begitu banyak persoalan yang melilit, sehingga yang aslinya malah tenggelam. Isunya katanya lingkungan, tetapi LSM lingkungan sama sekali tidak terengar. Malah LBH dengan segala kelengkapannya lebih riuh rendah.
Salah satu yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah, adanya pembekuan akun media sosial milik warga yang menolak pengambilan batu darii desa Wadas. YLBHI menuding polisi, kemudian Kominfo, namun mengapa tidak menyoal pengelola media sosialnya.
Johnny Plate mengatakan, bahwa mereka, pihak Kominfo tidak terlibat sama sekali dalam hal pembekuan akun ini. Benar, dan sudah semestinya, kemudian ia mengatakan akan menanyakan terlebih dahulu ke jajarannya.
Jawaban benar, tepat, dan normatif sebagai pejabat publik yang memang memiliki tanggung jawab yang pas mengenai pengelolaan media sosial. Jawaban yang tidak melenceng dengan model denial ala pejabat biasanya, merasa paling benar.
Sejarah panjang keberadaan media sosial yang kadang mengalahkan birokrasi di negara-negara di dunia sebenarnya hal yang tidak asing lagi. Bagaimana FB, twiter, google sering menjadi obyek sengketa dengan negara-negara di dunia. Mengenai pajak, ketaatan pada regulasi setempat, sering menjadi polemik.
Mereka, raksasa yang kadang berlaku seenaknya sendiri karena merasa memiliki kekuatan perlindungan dari negara adi kuasa. Para pencari keadilan hanya negara berkembang yang sangat mudah dikuasai.
Hal yang lucu dan aneh, ketika Kominfo mengurusi satu akun media sosial. Level kementrian tentu tidak sereceh itu. meskipun Johnny Plate juga mengaku kalau mereka bisa saja melaporkan atau keberatan kepada pengelola plat form yang bersangkutan. Toh pengguna lain juga memiliki hal yang sama.
Polisi. Kepolisian juga keberatan dituding menjadi biang kerok pembekuan akun penolak penambangan batu. Mereka, polisi bahkan mengatakan, jangan sampai menjadi fitnah, ketika menuduh tanpa bukti.
Hal yang aneh dan lucu sebenarnya. bagaimana para pemain media sosial tentu akan paham konsekuensi atas aktivitas mereka. Miris ketika mengaku kritis namun tidak berani menanggung risiko yang berat juga.
Pengelola media sosial sangat menjaga kewenangan mereka. Benar bahwa ada pilihan pelaporan, namun sangat tidak serta merta dan mudah menutup akun. Lihat saja bagaimana akun-akun rasis, bahkan terorisme, atau pengunggah konten pornografi sangat susah untuk dihapus dengan sesegra mungkin.