Kompas.com
"Profesor" Rocky Gerung Pola Pikir Girli, dalam Penguasaan Lahan
Apakah ini sebuah pertanda, atau malah sebagaimana kata oposan, ala Andi Arief, upaya pembungkaman atas kritisnya Rocky Gerung? Susah sih melihat relevansi dan kepentingan pemerintah membungkam Rocky Gerung. Terlalu banyak sisi lemah, bandingkan dengan apa yang biasa dinyatakan Fadli Zon, atau AHY jauh lebih masuk akal membungkam mereka.
Posisi Rocky Gerung biasa saja. Ada Refli Harun, ada Said Didu, dan masih begitu banyak oposan dan kelompok sejatinya sakit hati. Jadi mereka ini dibungkam juga buat apa, malah merusak citra pemerintah, Jokowi yang sudah susah payah bekerja keras.
Pernyataan Andi Arief sih tidak usah dibahas. Terlalu prematur dan cenderung asal ada bahan menyerang pemerintah-Jokowi. Ketua pemenangan yang minim visi seperti ini yang dijadikan andalan Demokrat?
Mengapa lebih penting mengulik pernyataan Rocky Gerung?
Pernyataan Rocky Gerung baik melalui pengacara, atau pihak yang berada pada barisan yang sama itu cenderung jual derita, politis yang berlebihan, dan memperlihatkan sikap tidak bertanggung jawab. Khas kanak-kanak, dan kelompok oposan yang selalu begitu. Merasa benar, ketika terdesak kemudian menyalahkan Jokowi.
Membosankan sebenarnya, tetapi tetap kudu menulis biar orang tahu dan paham, bagaimana permainan politik kotor ini ada. Narasi yang berkembang tidak melebar ke mana-mana.
Penguasaan tanah, apalagi ini sudah zaman modern. Program pemerintah sertifikasi tanah, bahkan gratis, hanya membayar kisaran Rp. 300.000, 00 untuk pemutihan ribuan lembar sertifikat setiap tahun dilaksanakan program itu. Artinya, sah dan valid kepemilikan tanah itu ada bukti fisiknya, dan tercatat di BPN.
Menarik apa yang Haris Azhar nyatakan, ia menglaim bahwa kliennya sudah menempati tanah dan rumah itu sejak 2009 setelah oper pengelolaan dari pihak lain, sejak tahun 60-an. Hal yang aneh dan tidak masuk akal, di era modern, ada data hitam di atas putih, masih saja hanya berdasarkan klaim karena sudah menduduki sekian lama.