Kompas.com
Belajar Politik Baik dari Ganjar dan Gibran
Hari-hari terakhir, kubu oposan riuh rendah menyudutkan pemerintah, terutama Jokowi. Sasaran tembak Jokowi, salawi menjadi narasi yang terus terulang. Meminta presiden mundur, dan menyerang bahwa Jokowi telah gagal.
Pada sisi lain, perilaku mereka, jauh dari harapan, menjadi teladan untuk menjaga protokol kesehatan. Hasutan agitasi, dan aneka bentuk politik jalanan telah menjadi sebuah gaya baru di tengah pandemi. Kontradiksi.
Ujaran, katanya kritik, atau apapun namanya, toh yang ada riuh rendah, panas, dan seolah konfrontasi yang menjadi tujuan pada akhirnya. Hal yang menambah beban, di tengah persoalan pandemi yang meliar karena kepentingan ini pula.
Pembuktian adalah dengan pertumbuhan ekonomi di atas 7%. Hal yang telah menjawab jika klaim negara gagal makin jauh dari kenyataan. Di tengah pandemi dan pembatasan, toh ekonomi tumbuh sangat tinggi.
Kala politik dimaknai sekadar mencari dan merebut kekuasaan, wajar semua cara dipakai dan digunakan. Namun, ketika politik adalah seni di dalam mendapatkan kemenangan, ujungnya kekuasaan, akan indah. Adanya diplomasi, kompromi, lobi-lobi, dan akhirnya menemukan titik temu yang pasti akan lbih baik.
Membaca berita JP cukup menenteramkan, di panasnya perpolitikan, pun cuaca ekstrem tengah hari di musim kemarau, Ganjar dan Gibran mengunjungi rumah isolasi terpadu di sebuah sekolah yang ada di Solo.
Beberapa hal menarik adalah,
Pemimpin itu kreatif. Bagaimana memanfaatkan sekolah yang memang sedang kosong karena pandemi. Begitu banyak keuntungan dengan cara demikian. tertutup, mudah dikontrol, dan sangat nyaman untuk hunian sementara.